-->

ST FAUSTINA KOWALSKA RASUL KERAHIMAN ILAHI

SANTA MARIA FAUSTINA KOWALSKA

RASUL KERAHIMAN ILAHI

 


Helena Kowalska dilahirkan di Glogowiec, Polandia pada tanggal 25 Agustus 1905 sebagai anak ketiga dari sepuluh putera-puteri pasangan suami isteri Katolik yang saleh Stanislaw Kowalski dan Marianna Babel.           

Ayahnya seorang petani merangkap tukang kayu. Keluarga Kowalski, sama seperti penduduk Glogowiec lainnya, hidup miskin dan menderita dalam penjajahan Polandia oleh Rusia. 

27 Agustus 1905 

Helena dibaptis di gereja paroki St. Kazimirus, di Swinice Warckie, oleh kepala paroki Pastor Jozef Chodynski. Semasa kecilnya, Helena suka berdoa, rajin bekerja, taat dan sangat peka terhadap kemiskinan orang lain. 

Tahun 1914 Helena menerima komuni pertama dari tangan pimpinan parokinya, Pastor Pawlowski. Helena sangat menghayati peristiwa itu dan sadar akan kehadiran Yesus di dalam hatinya. 

September 1917 

Helana mulai belajar di SD Swinice. Helena hanya sempat bersekolah hingga kelas 3 SD saja. Ia seorang anak yang cerdas dan rajin, juga rendah hati dan lemah lembut hingga disukai orang banyak. Sementara menggembalakan sapi, Helena biasa membaca buku; buku kegemarannya adalah riwayat hidup para santa dan santo. Seringkali ia mengumpulkan teman-teman sebayanya dan menjadi `katekis' bagi mereka dengan menceritakan kisah santa dan santo yang dikenalnya. Helena kecil juga suka berdoa. Kerapkali ia bangun tengah malam dan berdoa seorang diri hingga lama sekali. Apabila ibunya menegur, ia akan menjawab, 

“Malaikat pelindung yang membangunkanku untuk berdoa.” 

Tahun 1921 

Ketika usianya 16 tahun Untuk menolong orangtuanya, Helena mulai bekerja sebagai pembantu dalam keluarga Goryszewski, di Aleksandrow Lodzki. Keluarga itu dikenal baik oleh orangtua Helena.Tetapi, setahun kemudian ia pulang ke rumah untuk minta ijin masuk biara. Mendengar keinginan Helena, ayahnya menanggapi dengan tegas, 

“Papa tidak punya uang untuk membelikan pakaian dan barang-barang lain yang kau perlukan di biara. Selain itu, Papa masih menanggung hutang!” 

Puterinya mendesak, 

“Papa, aku tidak perlu uang. Tuhan Yesus Sendiri yang akan mengusahakan aku masuk biara.” 

Namun, orangtuanya tetap tidak memberikan persetujuan mereka. 

Musim gugur 1922 

Patuh pada kehendak orangtua, Helena kembali menjadi pembantu demi menolong orangtuanya. Kali ini ia bekerja di rumah tiga ibu yang sekaligus anggota Ordo Fransiskan Sekulir di kota Lodz. 

2 Februari 1923 

Helena pindah tempat kerja. Ia mulai bekerja di rumah Ny. Marcjanna Sadowska, pemilik toko di kota Lodz, Jl. Abramowski 29. Ia bekerja di situ hingga tanggl 1 Juli 1924. Ia hidup penuh penyangkalan diri dan matiraga, hingga suatu hari pada bulan Juli 1924 terjadi suatu peristiwa yang menggoncang jiwanya. 

“Suatu ketika aku berada di sebuah pesta dansa dengan salah seorang saudariku. Sementara semua orang berpesta-pora, jiwaku tersiksa begitu hebat. Ketika aku mulai berdansa, sekonyong-konyong aku melihat Yesus di sampingku; Yesus menderita sengsara, nyaris telanjang, sekujur tubuh-Nya penuh luka-luka; Ia berkata kepadaku: 

“Berapa lama lagi Aku akan tahan denganmu dan berapa lama lagi engkau akan mengabaikan-Ku” 

Saat itu hingar-bingar musik berhenti, orang-orang di sekelilingku lenyap dari penglihatan; hanya ada Yesus dan aku di sana. Aku mengambil tempat duduk di samping saudariku terkasih, berpura-pura sakit kepala guna menutupi apa yang terjadi dalam jiwaku. Beberapa saat kemudian aku menyelinap pergi, meninggalkan saudari dan semua teman-temanku, melangkahkan kaki menuju Katedral St Stanislaus Kostka. 

Lampu-lampu sudah mulai dinyalakan; hanya sedikit orang saja ada dalam katedral. Tanpa mempedulikan sekeliling, aku rebah (= prostratio) di hadapan Sakramen Mahakudus dan memohon dengan sangat kepada Tuhan agar berbaik hati membuatku mengerti apa yang harus aku lakukan selanjutnya. 

Lalu aku mendengar kata-kata ini: 

“Segeralah pergi ke Warsawa, engkau akan masuk suatu biara di sana.” 

Aku bangkit berdiri, pulang ke rumah, membereskan hal-hal yang perlu diselesaikan. Sebisaku, aku menceritakan kepada saudariku apa yang telah terjadi dalam jiwaku. Aku memintanya untuk menyampaikan selamat tinggal kepada orangtua kami, dan lalu, dengan baju yang melekat di tubuh, tanpa barang-barang lainnya, aku tiba di Warsawa,” 

demikian tulis St Faustina di kemudian hari. 

Setelah ditolak di banyak biara, akhirnya Helena tiba di biara Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria Berbelas Kasih. Kongregasi ini membaktikan diri pada pelayanan kepada para perempuan yang terlantar secara moral. Sejak awal didirikannya oleh Teresa Rondeau, kongregasi mengaitkan misinya dengan misteri Kerahiman Ilahi dan misteri Santa Perawan Maria Berbelas Kasih. 

“Ketika Moeder Superior, yaitu Moeder Jenderal Michael yang sekarang, keluar untuk menemuiku, setelah berbincang sejenak, ia menyuruhku untuk menemui Tuan rumah dan menanyakan apakah Ia mau menerimaku. Seketika aku mengerti bahwa aku diminta menanyakan hal ini kepada Tuhan Yesus. Dengan kegirangan aku menuju kapel dan bertanya kepada Yesus: 

“Tuan rumah ini, apakah Engkau mau menerimaku ?

Salah seorang suster menyuruhku untuk menanyakannya kepada-Mu.” 

Segera aku mendengar suara ini: 

“Aku menerimamu; engkau ada dalam Hati-Ku.” 

Ketika aku kembali dari kapel, Moeder Superior langsung bertanya, 

“Bagaimana, apakah sang Tuan menerimamu ?” 

Aku menjawab, 

“Ya.”

“Jika Tuan telah menerimamu, maka aku juga akan menerimamu.” Begitulah bagaimana aku diterima dalam biara.” 

Namun demikian, Helena masih harus tetap bekerja lebih dari setahun lamanya guna mengumpulkan cukup uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pada tahap awal tinggal di biara. 

Musim panas 1924 

Helena mulai bekerja di rumah Ny. Aldona Lipszycowa di Ostrowek dekat Warszawa. 

1 Agustus 1925 

Helena kembali melamar di Kongregasi Suster Bunda Allah Kerahiman di Warszawa, Jl. Zytnia 3/9 menjelang ulangtahunnya yang ke-20. Kali ini ia diterima dan segera sesudahnya memulai masa postulat. 

“Aku merasa sangat bahagia, seakan-akan aku telah melangkahkan kaki ke dalam kehidupan Firdaus,” kenang St Faustina. 

Setelah tinggal di biara, Helena terkejut melihat kehidupan para biarawati yang sibuk sekali hingga kurang berdoa. Karenanya, tiga minggu kemudian Helena bermaksud meninggalkan biara dan pindah ke suatu biara kontemplatif yang menyediakan lebih banyak waktu untuk berdoa. Helena yang bingung dan bimbang rebah dalam doa di kamarnya. 

“Beberapa saat kemudian suatu terang memenuhi bilikku, dan di atas tirai aku melihat wajah Yesus yang amat menderita. Luka-luka menganga memenuhi WajahNya dan butir-butir besar airmata jatuh menetes ke atas seprei tempat tidurku. Tak paham arti semua ini, aku bertanya kepada Yesus, 

“Yesus, siapakah gerangan yang telah menyengsarakan-Mu begitu rupa ?” 

Yesus berkata kepadaku: 

“Engkaulah yang akan mengakibatkan sengsara ini pada-Ku jika engkau meninggalkan biara. Ke tempat inilah engkau Ku-panggil dan bukan ke tempat lain; Aku telah menyediakan banyak rahmat bagimu.” 

Aku mohon pengampunan pada Yesus dan segera mengubah keputusanku.” 

Agustus 1925 

Pimpinan biara menyuruh Helena beristirahat di rumah milik Kongregasi di Skolimow dekat Warszawa, agar pulih secara fisik. 

23 Januari 1926 

Helena berangkat ke kota Krakow untuk menyelesaikan postulat. 

Sehabis retret selama 8 hari, Pada tanggal 30 April 1926, Helena menerima jubah biara dan nama baru, yaitu Sr Maria Faustina; di belakang namanya, seijin kongregasi ia menambahkan “dari Sakramen Mahakudus”. Dalam upacara penerimaan jubah, dua kali Sr Faustina tiba-tiba lemas; pertama, ketika menerima jubah; kedua, ketika jubah dikenakan padanya. 

Dalam Buku Catatan Harian, St Faustina menulis bahwa ia panik sekaligus tidak berdaya karena pada saat itu ia melihat penderitaan yang harus ditanggungnya sebagai seorang biarawati. Dalam biara, tugas yang dipercayakan kepadanya sungguh sederhana, yaitu di dapur, di kebun atau di pintu sebagai penerima tamu. Semuanya dijalankan Sr Faustina dengan penuh kerendahan hati. 

20 Juni 1926 

Pimpinan novisiat Kongregasi diganti. 

Maret – April 1927 

Sr. Faustina mulai mengalami kegersangan rohani hampir selama seluruh masa novisiat. Dalam masa cobaan ini, Sr. Faustina sangat dibantu oleh pimpinan novisiat, Muder Maria Yosefa Brzoza. 

16 April 1928 

Pada hari Jumat Agung, Sr Faustina mengalami kasih Allah secara istimewa hingga ia melupakan segala derita di masa lampau dan semakin memahami sengsara Kristus. 

20 April 1928 

Sr. Faustina mulai mengikuti retret menjelang kaul pertama. 

30 April 1928 

Sr Faustina mengucapkan Kaul Pertama yang akan diperbaharui setiap tahun selama lima tahun berturut-turut hingga mengucapkan kaul kekal. 

6-10 Oktober 1928 

Di Kongregasi Suster Bunda Allah Kerahiman berlangsung Kapitel Jenderal. Sr. Mikaela Moraczewska dipilih sebagai pimpinan tertinggi. Muder ini menjadi pimpinan Sr. Faustina sepanjang hidupnya. Pada saat-saat yang sulit, muder ini menolong Sr. Faustina dengan berbagai cara. 

31 Oktober 1928 

Sr. Faustina berangkat ke biara utama di Warszawa, Jl. Zytnia, untuk bekerja di dapur. 

21 Februari 1929 

Sr. Faustina berangkat ke kota Vilnius (kini: Lituania), untuk menggantikan suster yang harus mengikuti probasi ketiga. 

11 April 1929 

Dengan naik kereta api, Sr. Faustina berangkat dari Wilnius ke Warszawa. Di situ ia mulai bekerja selama beberapa bulan di rumah biara baru di Jl. Hetmanska. Pada hari meninggalkan tempat itu, anak-anak didik Sr. Faustina berjanji kepadanya akan ikut dia ke biara di Jl. Zytnia. 

7 Juli 1929 Sr. 

Faustina disuruh pindah ke biara di Kiekrz dekat kota Poznan; di situ ia menggantikan suster dapur yang sakit. 

Oktober 1929 Sr. 

Faustina kembali ke Warszawa. 

Mei – Juni 1930 

Sr. Faustina ditempatkan di biara di kota Płock. Di situ ia bekerja di tempat pembuatan roti, di dapur, dan di toko roti. Selama bekerja di Plock, Faustina berada pula untuk sementara di biara di Biala. 

22 Februari 1931 

St Faustina mulai menerima pesan kerahiman ilahi dari Kristus yang harus disebarluaskannya ke seluruh dunia. Kristus memintanya untuk menjadi rasul dan sekretaris Kerahiman Ilahi, menjadi teladan belas kasih kepada sesama, menjadi alat-Nya untuk menegaskan kembali rencana belas kasih Allah bagi dunia. Seluruh hidupnya, sesuai teladan Kristus, akan menjadi suatu kurban-hidup yang diperuntukkan bagi orang lain. Menanggapi permintaan Tuhan Yesus, St Faustina dengan rela mempersembahkan penderitaan pribadinya dalam persatuan dengan-Nya sebagai silih atas dosa-dosa manusia; dalam hidup sehari-hari ia akan menjadi pelaku belas kasih, pembawa sukacita dan damai bagi sesama; dan dengan menulis mengenai kerahiman ilahi, ia mendorong yang lain untuk mengandalkan Yesus dan dengan demikian mempersiapkan dunia bagi kedatangan-Nya kembali. 

November 1932 

Sr. Faustina datang ke Warszawa untuk mengikuti probasi ketiga yang wajib diikuti oleh para suster sebelum mengucapkan kaul kekal. 

November 1932 

Sr. Faustina berangkat ke Walendow untuk mengikuti retret sebelum mulai probasi ketiga. 

1 Desember 1932 

Bersama dengan suster-suster lain, Faustina mulai probasi ketiga di bawah bimbingan Sr. Margaret Gimbutt. Probasi ketiga berlangsung lima bulan. Selama itu Sr. Faustina bekerja di gudang pakaian sebagai pembantu Sr. Susana Tokarska. 

Maret 1933 

Sr. Faustina dikunjungi oleh adiknya, Wanda Kowalska. 

18 April 1933 

Bersama dengan suster-suster lain, Sr Faustina tiba di Krakow untuk mengikuti retret selama delapan hari sebelum akhirnya mengucapkan kaul kekal. 

21 April 1933 

Malam hari itu, Sr. Faustina bersama suster-suster lain memulai retret yang dipimpin oleh Pastor Wojnar SJ. 

1 Mei 1933 

Sr. Faustina mengucapkan kaul kekal kebiaraan. Upacaranya dipimpin oleh Mgr. Stanislaw Rospond, uskup pembantu di kota Krakow. Ia tinggal di biara Krakow selama satu bulan lamanya. 

25 Mei 1933 

Sr Faustina dipindahkan ke Vilnius, Lituania. Ia singgah sebentar di kota Czestochowa, yang dikenal sebagai kota Bunda Maria Berbelas Kasih. 

Di Vilinius, Sr Faustina diserahi tugas sebagai tukang kebun. Melalui pekerjaan sederhana ini Faustina ingin menyenangkan Tuhan dan semua orang. Bunga-bunga terindah dibawanya ke altar. Buah-buah pohon pertama dibawanya kepada suster pemimpin biara atau pastor yang biasa melayani para suster sebagai pembimbing rohani. Sebuah kejutan menanti Sr Faustina di Vilinius. Sudah dua kali ia mendapat penglihatan tentang seorang imam yang akan menjadi pembimbing rohaninya. Dan, akhirnya, ia melihatnya di Biara Vilnius. Imam itu bernama Mikhael Sopocko. Bapa pengakuan para suster ini seorang terpelajar, seorang profesor teologi di Universitas Stefan Batory, Vilinius. 

Pater Sopocko menguji Faustina dengan sungguh-sungguh. Ia juga menyuruh Sr Faustina menemui seorang psikiater, Dr. Maria Maciejewska, untuk diperiksa secara seksama. Hanya setelah Faustina dinyatakan sehat secara psikis, ia bersikap positif terhadap Sr Faustina dan bahkan menjadi pelaksana misi yang dipercayakan Tuhan kepada Faustina. 

Pater Sopocko meminta Faustina mencatat semua yang dialaminya. Meskipun sadar akan ketidaklayakannya, serta ngeri akan pemikiran harus berusaha menuliskan sesuatu, toh akhirnya, pada tahun 1934, ia mulai menulis buku catatan harian dalam ketaatan pada pembimbing rohaninya, dan juga pada Tuhan Yesus Sendiri. 

Mula-mula ia menuliskan pengalamannya pada kertas-kertas kecil. Kemudian ia mulai menuliskannya pada buku-buku tulis biasa. Selama empat tahun ia mencatat wahyu-wahyu ilahi, pengalaman-pengalaman mistik, juga pikiran-pikiran dari lubuk hatinya sendiri, pemahaman serta doa-doanya. Hasilnya adalah suatu buku catatan harian setebal 600 halaman, yang dalam bahasa sederhana mengulang serta menjelaskan kisah kasih Injil Allah bagi umatnya, dan di atas segalanya, menekankan pentingnya kepercayaan pada tindak kasih-Nya dalam segala segi kehidupan kita. Buku itu menunjukkan suatu contoh luar biasa bagaimana menanggapi belas kasih Allah dan mewujud-nyatakannya kepada sesama. 

Di kemudian hari, ketika tulisan-tulisan St Faustina diperiksa, para ilmuwan dan juga para teolog terheran-heran bahwa seorang biarawati sederhana dengan pendikan formal yang amat minim dapat menulis begitu jelas serta terperinci; mereka memaklumkan bahwa tulisan St Faustina sepenuhnya benar secara teologis, dan bahwa tulisannya itu setara dengan karya-karya tulis para mistikus besar. 

2 Januari 1934 

Sr. Faustina untuk pertama kalinya bertemu dengan Tn. Eugeniusz Kazimirowski, pelukis, yang akan membuat lukisan Yesus yang Maharahim. 

29 Maret 1934 

Sr. Faustina menjadi silih atas para pendosa, terutama jiwa-jiwa yang tidak mau percaya lagi akan kerahiman ilahi. Dari Buku Catatan Harian pula kita tahu bahwa pada tanggal 29 Maret 1934, pada hari Kamis Putih, Sr Faustina dengan suka rela mempersembahkan diri sebagai jiwa-silih demi bertobatnya para pendosa, khususnya mereka yang telah kehilangan kepercayaan akan kerahiman Allah. Sebagaimana Kristus memintanya untuk menjadi rasul dan sekretaris Kerahiman Ilahi, menjadi teladan belas kasih kepada sesama, menjadi alat-Nya untuk menegaskan kembali rencana belas kasih Allah bagi dunia, demikianlah Sr Faustina mempersembahkan seluruh hidupnya sebagai suatu kurban - hidup yang diperuntukkan bagi orang lain. Dalam hidup sehari-hari ia akan menjadi pelaku belas kasih, pembawa sukacita dan damai bagi sesama; dan dengan menulis mengenai kerahiman ilahi, ia mendorong yang lain untuk mengandalkan Yesus dan dengan demikian mempersiapkan dunia bagi kedatangan-Nya kembali. 

April 1934 

Tn. E. Kazimirowski menyelesaikan lukisan Yesus yang Maharahim. Setelah melihat lukisan itu, Sr. Faustina menangis karena Yesus pada lukisan itu tidak sebagus yang telah dilihat-Nya. 

26 Juli 1934 

Sr. Faustina sakit flu berat. 

28 Juli 1934 

Sr. Faustina meneruskan lagi penulisan Buku Hariannya. 

12 Agustus 1934 

Sr. Faustina lemah sekali. Ia dirawat oleh dr Maciejewska, sedangkan Pastor Sopocko memberikan sakramen perminyakan orang sakit kepadanya. (Foto: Biara di Vilnius). 

13 Agustus 1934 

Kesehatan Sr. Faustina pulih kembali. 

26 Oktober 1934 

Pada waktu berjalan-jalan di kebun bersama-sama dengan para siswi asrama pada pkl. 17:50, Sr. Faustina melihat Tuhan Yesus di atas kapel di Vilnius dalam rupa sama seperti ia melihat-Nya di kota Plock, yaitu dengan dua sinar (merah dan pucat). Sinar-sinar itu meliputi kapel Kongregasi para suster, lalu menyebar ke segala penjuru dunia. 

15 Februari 1935 

Sr. Faustina menerima berita tentang penyakit berat ibunya. Pada hari itu juga, malamnya, ia berangkat ke Glogowiec, kampung halamannya. Dalam perjalanan kembali, Faustina mampir ke Warszawa untuk berjumpa dengan Muder Jenderal Mikaela Moraczewska dan dengan mantan pembimbingnya di novisiat, Sr. M. Yosefa Brzoza. Beberapa hari kemudian ia kembali ke kota Vilnius. 

4 Maret 1935 

Sr. Petronela dan Sr. Faustina membeli berbagai perabot rumah tangga yang diperlukan di biara.

29 September 1935 

Bersama dengan suster-suster lain Sr. Faustina pergi ke gereja St. Mikael untuk mengikuti ibadat keprihatinan dan doa silih yang berlangsung selama 40 jam. Gereja itu dikepalai oleh Pastor Mikael Sopocko, pembimbing rohani St. Faustina (Foto se-belah). 

19 Oktober 1935 

Sr. Antonina bersama dengan Sr. Faustina berangkat ke kota Krakow untuk mengikuti retret selama 8 hari. 

4 November 1935 

Pada malam hari ini Sr. Faustina kembali ke biara di Vilnius. 

8 Januari 1936 

Sr. Faustina berjumpa dengan Uskup Agung Vilnius, Romuald Jał-brzykowski. Ia memberitahukan kepada beliau bahwa Yesus menuntut agar didirikan sebuah kongregasi baru. 

17 Maret 1936 

Sr. Bronislawa Tichy, pimpinan biara Sr. Faustina di Vilnius, menerima berita dari Muder Jenderal bahwa Sr. Faustina dipindahkan ke biara di Walendow. 

19 Maret 1936 

Sr. Borgia menghadap Uskup Agung Vilnius, Mgr. Jalbrzykowski, untuk membicarakan ‘kasus’ Sr. Faustina. 

21 Maret 1936 

Sr. Faustina meninggalkan kota Vilnius. Dengan naik kereta api, ia ke Warszawa untuk tinggal di situ selama beberapa hari. 

25 Maret 1936 

Sr. Faustina tiba di Walendow. Para suster menyambutnya dengan sukacita yang tulus. 

April 1936 

Seusai beberapa pekan, Sr. Faustina dipindahkan ke rumah yang tidak jauh letaknya dari biara, di kampung Derdy. Di tempat yang baru itu Sr. Faustina menikmati alam yang indah. Sukacitanya ia ungkapkan dalam suratnya kepada Pastor Sopocko. 

4 Mei 1936 

Sr Faustina mendapatkan ijin untuk mendirikan konggregasi baru, tetapi setelah menerima ijin ia justru menjadi tidak berdaya dan tidak mampu melangkah lebih jauh. 

11 Mei 1936 

Bersama dengan Sr. Edmunda Sekul, Sr. Faustina pindah untuk tetap tinggal di kota Krakow. Di situ ia bekerja di kebun, lalu menjaga pintu masuk biara sambil menerima para tamu. (Foto: Krakow semasa kehidupan Faustina). 

19 Juni 1936 

Bersama dengan suster-suster lain, Sr. Faustina mengikuti perarakan pada hari raya Hati Yesus yang Mahakudus di biara SJ di Jl. Kopernik 26, Krakow. 

14 September 1936 

Mgr. Jałbrzykowski dalam perjalanannya ke kota Tarnow mengunjungi biara para suster di Krakow dan sempat berbicara dengan Sr. Faustina. 

19 September 1936 

Sr. Faustina diperiksa di Rumah Sakit Pradniki. 

20 Oktober 1936 

Sr. Faustina mengikuti retret selama 8 hari di Krakow. 

9 Desember 1936 

Pimpinan biara menyuruh Sr. Faustina masuk Rumah Sakit Pradniki. 

13 Desember 1936 

Sr. Faustina ‘mengaku dosa’ di hadapan Tuhan Yesus. 

24 Desember 1936 

Seizin dokter, Sr. Faustina pulang ke biara untuk bersama suster-suster lain merayakan Natal. 

27 Desember 1936 

Sr. Faustina kembali ke Rumah Sakit. 

27 Maret 1937 

Karena kesehatannya membaik, Sr. Faustina diizinkan kembali ke biara di Krakow-Lagiewniki. 

13 April 1937 

Kesehatan Sr. Faustina kembali memburuk sehingga terpaksa istirahat total. 

14 April 1937 

Kelelahan karena penyakit, Sr. Faustina minta supaya Tuhan Yesus menyembuhkannya. Tuhan mengabulkan permohonannya. 

23 April 1937 

Sekalipun sakit dan tidak dapat mengikuti retret biasa, Sr. Faustina mengadakan rekoleksi pribadi selama tiga hari. 

29 April 1937 

Sehabis retret, Sr. Faustina berbicara dengan mantan pembimbingnya di novisiat, yaitu dengan Sr. M. Yosefa Brzoza. 

4 Mei 1937 

Sr. Faustina menerima izin dari Muder Jenderal untuk meninggalkan Kongregasi. 

20 Juli 1937 

Sr. Faustina diberitahu bahwa ia akan dikirim ke kota Rabka ke sanatorium TBC. 

29 Juli 1937 

Sr. Faustina berangkat ke Rabka. 

10 Agustus 1937 

Ia kembali dari Rabka, karena tidak tahan iklimnya. Daripada sembuh ia justru semakin sakit. 

12 Agustus 1937 

Pastor Mikael Sopoćko dalam perjalanannya lewat kota Krakow mampir ke biara Kongregasi Suster dan sebentar berjumpa dengan Sr. Faustina. 

25 Agustus 1937 

Pastor Sopoćko datang ke Krakow untuk beberapa hari. Sr. Faustina sangat gembira karena memang mau berjumpa dengan beliau. 

29 Agustus 1937 

Sr. Faustina diizinkan untuk berbicara dengan Pastor Sopocko agak lama. 

6 September 1937 

Sr. Faustina disuruh menjadi penjaga pintu masuk utama biara. Sejak itu ia tidak bekerja di kebun lagi. 

19 September 1937 

Sr. Faustina dikunjungi oleh kakaknya, Stanislaw. 

September 1937, ketika Faustina menjadi penerima tamu di biara, saat turun hujan deras, pintu biara diketuk oleh seorang pemuda yang berpakaian compang-camping. Sr Faustina memberinya sup. Beberapa saat kemudian, sementara membereskan piring sup yang telah kosong, ia tersadar bahwa pemuda itu adalah Tuhan Yesus sendiri. Sekonyong-konyong Yesus pun lenyap dari hadapannya. 

27 September 1937 

Bersama dengan Sr. Irena Krzyzanowska, pemimpin biara, Sr. Faustina pergi ke kota untuk merundingkan pencetakan gambar-gambar Kerahiman Ilahi. 

21 April 1938 

Sesuai dengan keputusan pimpinan biara, Sr. Faustina kembali disuruh masuk Rumah Sakit di Pradnik karena kesehatannya semakin memburuk. 

2-5 Juni 1938 

Sr. Faustina mengadakan retret di rumah sakit. 

Juni 1938 

Sr. Faustina berhenti menuliskan Buku Catatan Hariannya. 

Juli 1938

Muder Jenderal Kongregasi, Mikaela Moraczewska, mengunjungi Sr. Faustina di Pradniki. 

Agustus 1938 

Dalam suratnya yang terakhir kepada Muder Jenderal, Sr. Faustina meminta ampun atas segala kesalahannya selama hidup. Kepada Moeder Jenderal ia menulis, 

“Aku semakin diliputi rasa rindu akan Allah. Kematian tidak menakutkanku, jiwaku penuh kedamaian.” 

Dan ia mengakhiri suratnya dengan kata-kata, 

“Sampai jumpa kembali di surga!” 

24 Agustus 1938 

Sr. Kamila, yang pada waktu yang sama berada di Rumah Sakit di Pradnik, melalui telepon memberitahukan pimpinan biara bahwa kesehatan Sr. Faustina semakin memburuk. Sr. Irena Krzyżanowska, pimpinan biara di Krakow, datang ke rumah sakit dan mendampingi Sr. Faustina sepanjang malam. 

25 Agustus 1938 

Pastor T. Czaputa, imam komunitas para suster di Krakow, datang ke rumah sakit untuk memberikan sakramen perminyakan suci kepada Sr. Faustina. Tiga hari kemudian, Pastor Sopoćko, yang kebetulan di Krakow, megunjungi para suster. Ia sempat pula beberapa kali mengunjungi Sr. Faustina di Rumah Sakit Pradnik. 

2 September 1938 

Pastor Sopocko pada waktu kunjungannya ke Sr. Faustina, melihatnya dalam keadaan ekstase. 

17 September 1938 

Sr. Faustina dibawa pulang dari rumah sakit. Ia sangat lemah, hampir tidak makan. Tetapi, ia tenang dan penuh penyerahan diri kepada Tuhan. Ia menantikan saat kematiannya tanpa takut sambil menunggu saat dipersatukan dengan Tuhan Yesus. 

22 September 1938 

Sr. Faustina semakin lemah. Ia minta maaf kepada seluruh Kongregasi (sesuai dengan tradisi biara) dan dengan tenang menantikan saat pertemuannya dengan Mempelai surgawinya. (Foto: kamar Sr. Faustina meninggal dunia). 

Karena tubuhnya amat lemah, ia dilarang menyambut Komuni. Namun malaikat datang membawa Komuni Kudus kepadanya, seraya berkata,           

“Inilah Tuhan para malaikat.” 

Hal ini berlangsung selama 13 kali berturut-turut. 

26 September 1938 

Pastor Sopoćko untuk terakhir kalinya mengunjungi Sr. Faustina di Krakow. Sr. Faustina berkata kepadanya bahwa ia sedang sibuk hadir di hadapan Bapa surgawi. Sesudah kunjungan itu Pastor Sopocko berkata, 

“Ia mirip manusia yang sudah di luar bumi. Aku tidak ragu-ragu sedikit pun bahwa apa yang ditulisnya dalam Buku Harian tentang komuni kudus yang diberikan kepadanya oleh Malaikat, memang benar.” 

2 Oktober 1938 

Sr. Faustina yang semakin lemah namun menanggung penderitaan secara mengagumkan, dengan tenang menantikan saat kepergiannya dari bumi. 

Devosinya yang istimewa kepada Santa Perawan Maria Tak Bercela, kepada Sakramen Ekaristi dan Sakramen Tobat memberi St Faustina kekuatan untuk menanggung segala penderitaannya sebagai suatu persembahan kepada Tuhan atas nama Gereja dan mereka yang memiliki kepentingan khusus, teristimewa para pendosa berat dan mereka yang di ambang maut. 

St Faustina Kowalska menulis dan menderita diam-diam, hanya pembimbing rohani dan beberapa superior saja yang mengetahui bahwa suatu yang istimewa tengah terjadi dalam hidupnya. Setelah wafat St Faustina, bahkan teman-temannya yang terdekat terperanjat mengetahui betapa besar penderitaan dan betapa dalam pengalaman-pengalaman mistik yang dianugerahkan kepada saudari mereka ini, yang senantiasa penuh sukacita dan bersahaja. 

5 Oktober 1938 

Pukul 16.00 datang Pastor Andrasz SJ (foto sebelah) untuk menerima pengakuan dosa terakhir Sr. Faustina. 

Pukul 21.00 Pastor T. Czaputa bersama dengan para suster mendoakan Sr. Faustina sambil mendaraskan doa-doa untuk orang yang menghadapi ajal. Sr. Faustina yang sadar sampai saat terakhir, ikut berdoa bersama mereka. 

Pkl 22.45 Sr. Maria Faustina Kowalska, sesudah menderita lama dan berat namun dengan penuh kesabaran berpulang ke rumah Bapa surgawi dalam usia 33 tahun. 

7 Oktober 1938 

Upacara pemakaman meriah Sr. Faustina di Krakow-Łagiewniki pada Jumat Pertama dan sekaligus pesta Bunda Maria Rosario. Faustina dimakamkan di pemakaman biara. Di kemudian hari, makamnya dipindahkan ke sebuah kapel yang dibangun khusus di biara. 

Pada tahun 1967 

Dengan dekrit Kardinal Karol Wojtyla, Uskup Agung Krakow, kapel tersebut dijadikan sanctuarium reliqui Abdi Allah Sr Faustina Kowalska. 

Pada Pesta Kerahiman Ilahi tanggal 18 April 1993, Sr Faustina dibeatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II dan pada Pesta Kerahiman Ilahi. 

Tanggal 30 April 2000 dikanonisasi oleh paus yang sama. Pesta St Faustina dirayakan setiap tanggal 5 Oktober. 

Pesan Kerahiman Ilahi yang diterima St Faustina sekarang telah tersebar luas ke segenap penjuru dunia; dan buku catatan hariannya, “Kerahiman Ilahi Dalam Jiwaku” menjadi buku pegangan bagi Devosi Kerahiman Ilahi. St Faustina sendiri tak akan terkejut mengenai hal ini, sebab telah dikatakan kepadanya bahwa pesan kerahiman ilahi akan tersebar luas melalui tulisan-tulisan tangannya demi keselamatan jiwa-jiwa. 

Dalam suatu pernyataan nubuat yang ditulisnya, St Faustina memaklumkan: 

“Aku merasa yakin bahwa misiku tidak akan berakhir sesudah kematianku, melainkan akan dimulai. Wahai jiwa-jiwa yang bimbang, aku akan menyingkapkan bagi kalian selubung surga guna meyakinkan kalian akan kebajikan Allah” (Buku Catatan Harian, 281) 

 

Sumber: 

  1. “The Divine Mercy Message and Devotion” by Fr Seraphim Michalenko, MIC and Vinny Flynn; published by the Archdiocesan Divine Mercy Devotion, Singapore; 
  2. “The Divine Mercy in My Soul” by St Faustina Kowalska; 
  3. “Riwayat Hidup Santa Faustina” oleh Stefan Leks; penerbit Kanisius 2004; 
  4. “Rasul Kerahiman Ilahi (Devosi kepada Kerahiman Ilahi)” oleh P. Ceslaus Osiecki, SVD, "Kemah Tabor", Pos Mataloko 86461 - Flores; 
  5. tambahan dari berbagai sumber