-->

Catatan Harian St.Faustina: 151 – 200

  


KERAHIMAN ILAHI DALAM JIWAKU

Buku Catatan Harian Abdi Allah

Santa Maria Faustina Kowalska

anggota Kaul Kekal dari

Kongregasi Santa Perawan Maria Berbelas Kasih

 

Buku 1

Catatan Harian : 151 - 200

(151) 

Pernah ketika aku berada di dapur bersama Suster N, ia sedikit marah kepadaku. Sebagai hukuman aku disuruhnya duduk di meja sementara ia sendiri terus bekerja keras, membersihkan dan menyikat. Sementara aku masih duduk di sana, para suster datang dan sangat heran mendapatiku duduk di meja, dan setiap orang berkomentar sekehendaknya. Yang seorang berkata bahwa aku adalah seorang pemalas dan yang lain, “Sungguh aneh!” Waktu itu, aku adalah seorang postulan. Suster-suster lain berkata, “Akan menjadi Suster macam apa dia?” Tetapi, aku tidak dapat turun sebab suster telah memerintahkan aku untuk duduk di sana demi ketaatan sampai ia menyuruh aku turun. Sungguh Allah sendiri tahu betapa banyak tindak penyangkalan diri telah terjadi. Aku merasa sudah mati karena malu. Allah sering membiarkan hal-hal seperti itu demi pembinaan batinku, tetapi Ia mengimbangi perendahanku ini dengan penghiburan yang besar. Dalam kebaktian kepada Sakramen Mahakudus, aku melihat Dia sangat elok. Yesus memandangku dengan mesra dan berkata,

“Putri-Ku, jangan takut akan penderitaan; Aku menyertaimu.” 

(152) 

Pernah, aku mendapat tugas jaga malam, dan hatiku sangat menderita sehubungan dengan pelukisan gambar itu, dan aku belum tahu jalan yang harus kutempuh sebab mereka terus menerus berusaha meyakinkan aku bahwa semua itu adalah khayalan. Di lain pihak, seorang imam berkata bahwa barangkali Allah menghendaki disembah lewat gambar ini dan karena itu aku harus berusaha agar gambar itu dapat dilukis. Sementara itu, jiwaku mengalami keletihan yang luar biasa. Ketika aku memasuki kapel kecil, aku mendekatkan kepalaku ke tabernakel, mengetuknya sambil berkata,

“Yesus, pandanglah kesulitan-kesulitan besar yang kuhadapi sehubungan dengan pelukisan gambar itu.”

Dan aku mendengar suara dari tabernakel,

“Putri-Ku, penderitaanmu tidak akan berlangsung lebih lama lagi.”

(153) 

Pada suatu hari, aku melihat dua jalan. Yang satu lebar, dilapisi dengan pasir dan bertaburan bunga-bunga, penuh dengan sukacita, musik dan segala macam kenikmatan. Orang menapaki jalan itu sambil menari dan bersenang-senang. Mereka sampai pada ujung jalan itu, ada suatu jurang yang mengerikan; itulah jurang neraka. Jiwa-jiwa itu berjatuhan ke dalamnya; begitu mereka melangkah, langsung mereka jatuh. Dan jumlah mereka sedemikian besar sehingga tidak mungkin untuk menghitungnya. Dan aku melihat jalan lain, atau lebih tepat, suatu lorong sebab jalan itu sempit dan berhamparan duri serta batu-batu; dan orang yang menapak di jalan ini mencucurkan air mata, dan segala macam penderitaan menimpa mereka. Sejumlah dari mereka jatuh di atas batu-batu itu, tetapi langsung bangkit lagi dan melanjutkan perjalanan. Pada ujung jalan itu, ada sebuah taman yang sangat indah, penuh dengan segala macam kebahagiaan, dan semua jiwa itu masuk ke dalamnya. Seketika itu juga mereka lupa akan segala penderitaan mereka.

(154) 

Pernah ketika dilaksanakan adorasi di biara Suster-suster Keluarga Kudus, aku pergi ke sana pada petang hari bersama salah seorang suster kami. Begitu aku masuk kapel, kehadiran Allah memenuhi jiwaku. Aku berdoa seperti yang kulakukan pada waktu-waktu lain, tanpa mengatakan sepatah kata pun. Tiba-tiba, aku melihat Tuhan, yang berkata kepadaku,

“Ketahuilah bahwa kalau engkau mengabaikan masalah pelukisan gambar itu dan seluruh karya kerahiman, engkau harus mempertanggungjawabkan keselamatan sejumlah besar jiwa pada hari penghakiman.”

Sesudah kata-kata Tuhan ini, suatu ketakutan memenuhi jiwaku, dan peringatan itu terus mengiang di telingaku. Meskipun berusaha sekuat tenaga, aku tidak dapat menenangkan diriku. Kata-kata itu terus mengiang di telingaku: Jadi pada hari menghakiman, aku tidak hanya harus mempertanggungjawabkan diriku sendiri tetapi juga jiwa-jiwa orang lain. Kata-kata ini menusuk tajam dalam hatiku. Sesuah pulang, aku pergi kepada Yesus kecil, menelungkupkan wajahku di depan Sakramen Mahakudus dan berkata kepada Tuhan,

“Aku akan melakukan segala sesuatu sesuai dengan kemampuanku, tetapi aku mohon kepadamu untuk selalu menyertahiku dan memberiku kekuatan untuk melaksanakan kehendak-Mu yang kudus; karena Engkau dapat melakukan segala sesuatu, sedangkan aku tidak dapat melakukan suatu pun dari diriku sendiri.”

(155) 

Sejak waktu tertentu, aku mengalami bahwa tiba-tiba aku merasakan dalam jiwaku ada seseorang yang berdoa bagiku. Aku segera merasakannya di dalam jiwaku. Demikian pula aku merasakan dalam jiwaku ketika suatu jiwa minta kudoakan meskipun mereka tidak berbicara kepadaku tentang hal itu. Perasaan itu seperti suatu kegelisahan, seolah-olah seseorang sedang memanggilku; dan ketika aku berdoa, aku beroleh ketenteraman.

(156) 

Pernah aku ingin sekali menyambut komuni kudus, tetapi aku agak ragu-ragu, dan aku tidak pergi. Aku sangat menderita karena hal ini. Aku merasa bahwa hatiku terbakar karena rasa sakit. Ketika aku siap-siap mengerjakan tugasku, hatiku penuh dengan kepahitan. Tiba-tiba, Yesus berdiri di sampingku dan berkata,

“Putri-Ku, jangan sampai engkau tidak menyambut komuni kudus kecuali kalau engkau tahu bahwa dosamu memang berat; lepas dari ini, jangan sampai keragu-raguan apa pun menghalangimu untuk menyatukan dirimu dengan-Ku dalam misteri cinta-Ku. Kesalahan-kesalahanmu yang ringan akan terhapus dalam cinta-Ku seperti sebatang jerami dilemparkan ke dalam perapian yang berkobar-kobar. Ketahuilah bahwa engkau sangat mendukakan Hati-Ku kalau engkau tidak menyambut Aku dalam komuni kudus.”

(157) 

Pada suatu petang ketika aku masuk ke kapel kecil, aku mendengar suara-suara ini dalam jiwaku,

“Putri-Ku, renungkanlah kata-kata ini: Ketika menghadapi sakratulmaut, semakin sungguh-sungguh Ia berdoa!”

Ketika aku mulai merenungkan kata-kata itu lebih mendalam, cahaya benderang memancar ke dalam jiwaku. Aku tahu betapa kita sangat membutuhkan ketekunan dalam berdoa, dan aku pun tahu bahwa keselamatan kita sering tergantung pada doa semacam ini.

(158) 

Pernah aku berada di Kiekrz guna menggantikan salah seorang suster untuk waktu yang singkat. Ketika itu, selepas tengah hari aku melintasi kebun dan berhenti di pinggir danau; aku berdiri di sana untuk waktu yang lama, sambil memandangi alam sekitarku. Tiba-tiba, aku melihat Tuhan Yesus berada di dekatku, dan dengan ramah Ia berkata kepadaku,

“Semuanya ini Kuciptakan bagimu, Mempelai-Ku; dan ketahuilah bahwa segala keindahan ini sama sekali tidak ada artinya dibandingkan dengan apa yang telah Kusiapkan bagimu di alam abadi.”

Jiwaku pun diluapi dengan penghiburan sedemikian rupa sehingga aku tinggal di sana sampai petang, dan waktu itu rasanya terlalu singkat bagiku. Itulah hari luangku, yang kukhususkan untuk retret satu hari sehingga aku sangat bebas untuk membaktikan diriku untuk berdoa. Oh, betapa Allah yang mahabaik itu melimpahi kita dengan kebaikan-Nya! Sangatlah sering terjadi bahwa Tuhan memberikan kepadaku rahmat-rahmat terbesar ketika aku sama sekali tidak mengharapkannya.

(159) 

O Hosti Kudus, yang tersembunyi bagiku dalam piala emas, supaya di tengah luasnya padang pembuangan aku boleh melintas - murni, tak ternoda, tak bercela; oh, berilah agar berkat kekuatan cinta-Mu , hal ini dapat menjadi kenyataan.

O Hosti Kudus, tinggallah di dalam jiwaku, 

O Engkau, kasih hatiku yang paling murni! Hendaknya kecemerlangan-Mu menlenyapkan kegelapan. Janganlah menahan rahmat-Mu bagi hati yang rendah ini.

O Hosti Kudus, pesona seluruh surga, meski keindahan-Mu terselubung dan Engkau menampakkan diri-Mu dalam remah-remah roti, iman yang kuat menyingkapkan selubung itu.

(160) 

Hari perang salib yang diperingati pada tanggal lima setiap bulan, kebetulan jatuh pada Jumat pertama dalam bulan. Inilah hariku untuk tetap berjaga di hadapan Tuhan Yesus. Adalah tugasku untuk mempersembahkan doa penyilihan kepada Tuhan untuk semua pelanggaran dan tindakan tidak hormat dan untuk berdoa agar, pada hari ini, tidak ada dosa sakrilegi yang dilakukan. Pada hari ini, hatiku bernyala-nyala karena cinta yang istimewa untuk Ekaristi. Aku merasa seolah-olah diriku diubah menjadi api yang berkobar-kobar. Ketika aku siap menyambut komuni kudus, ada Hosti lain yang jatuh ke lengan baju si imam, dan aku tidak tahu Hosti yang mana yang harus kusambut. Sesudah aku ragu-ragu sejenak, imam membuat tata gerak yang tidak sabar dengan tangannya untuk menyuruhku menyambut Hosti itu. Ketika aku mengambil Hosti yang ia berikan kepadaku, Hosti yang lain lagi jatuh ke tanganku. Imam pergi ke bangku komuni untuk membagikan komuni, dan selama waktu itu aku terus memegang Tuhan Yesus dalam tanganku. Ketika imam menghampiri aku lagi, ia mengambil Hosti itu untuk dikembalikan ke dalam sibori sebab ketika tadi aku menerima Yesus aku tidak dapat berbicara sebelum menyantap Hosti itu, dan karena itu tidak dapat memberitahukan kepadanya bahwa ada Hosti lain yang telah jatuh. Tetapi, sementara aku memagang Hosti itu di tanganku, aku merasakan kekuatan cinta yang sedemikian besar sampai-sampai sepanjang hari itu aku tidak dapat makan dan tidak dapat menjadi sadar kembali. Aku mendengar suara ini dari Hosti itu,

“Aku ingin beristirahat di dalam tanganmu, bukan hanya di dalam hatimu.”

Dan pada saat itu juga aku melihat Kanak-kanak Yesus. Tetapi, ketika imam mendekat, sekali lagi yang kulihat Hosti.

(161) 

O Maria, Perawan yang tak bernoda, Kristal murni bagi hatiku, engkaulah kekuatanku, 

O sauh yang kokoh! Engkaulah perisai dan perlindungan bagi hati yang lemah. 

O Maria, engkau murni! Kemurnianmu tiada taranya; engkau sekaligus Perawan dan Bunda, engkau indah laksana surya, tanpa cacat, dan jiwamu tiada bandingnya.

Keindahanmu memesona mata Tritunggal yang Esa sehingga Ia turun dari surga, meninggalkan takhta kekal-Nya, dan mengambil Tubuh serta Darah dari hatimu dan selama sembilan bulan tersembunyi dalam hati seorang Perawan.

O Bunda, Perawan, tak seorang pun memahami bahwa Allah yang tak terhingga telah menjadi manusia. Hanya karena kasih dan kerahiman-Nya yang tak terselami, Melalui Engkau, Bunda, kami diberi rahmat hidup bersama dia untuk selamanya

O Maria, Perawan-Bunda dan Pintu Gerbang surgawi, melalui Engkau datang keselamatan kepada kami. Segala rahmat memancar bagi kami melalui tanganmu. Hanya dengan setia meneladani engkau, aku akan dikuduskan.

O Bunda, o Perawan, yang terindah di antara semua bakung, hatimu adalah kediaman pertama Yesus di bumi. Hanya karena tidak ada kerendahan hati yang melebihi kerendahan hatimu, engkau ditinggikan melebihi paduan suara para malaikat dan semua orang kudus.

O Maria, Bundaku yang manis, aku memberikan kepadamu jiwaku, tubuhku, dan hatiku yang papa. Jadilah penjaga hidupku, khususnya pada saat kematian, dalam perjuangan akhir.

(162) 

1 Januari 1937

Yesus, Engkau Andalanku.

Kartu pemeriksaan batin. Pemeriksaan batin khusus - untuk semakin bersatu dengan Kristus yang rahim. Pelaksanaan: keheningan batin, ketat menjaga silentium.

Suara Hati

Januari

Allah dan jiwa; hening. Berhasil 41, gagal 4.

Doa seruan: Tetapi Yesus tetap diam.

Februari:

Allah dan jiwa; hening, Berhasil 36, gagal 3.

Doa seruan: Yesus, Engkau Andalanku.

Maret:

Allah dan jiwa; hening. Berhasil 51, gagal 2.

Doa seruan: Yesus, nyalakanlah hatiku dengan cinta.

April:

Allah dan jiwa; hening. Berhasil 61, gagal 4.

Doa seruan: Bersama Allah, aku dapat mengerjakan segala sesuatu.

Mei:

Allah dan jiwa; hening. Berhasil 92, gagal 3.

Doa seruan: Dalam nama-Nya aku kuat.

Juni: Allah dan jiwa; hening. Berhasil 64, gagal 1.

Doa seruan: Segala sesuatu bagi Yesus.

Juli:

Allah dan jiwa; hening. Berhasil 62, gagal 8.

Doa seruan: Yesus, beristirahatlah di hatiku.

Agustus:

Allah dan jiwa; hening. Berhasil 88, gagal 7.

Doa seruan: Yesus, Engkau tahu...

September:

Allah dan jiwa; hening. Berhasil 99, gagal 1.

Doa seruan: Yesus, sembunyikanlah aku di dalam Hati-Mu.

Oktober:

Allah dan jiwa; hening. Berhasil 41, gagal 3.

Doa seruan: Maria, satukanlah aku dengan Yesus.

November:

Allah dan jiwa; hening. Barhasil... gagal ...

Doa seruan: O Yesusku, kasihanilah aku!

Desember:

Allah dan jiwa; hening. Berhasil ... gagal ...

Doa seruan: Salam, Hosti yang hidup!

 

(163) 

1937 - Latihan Umum:

O Tritunggal yang mahakudus, seperti seringnya aku bernapas, seperti seringnya jantungku berdenyut, dan seperti seringnya darahku mengalir ke seluruh tubuhku, demikianlah seringnya aku ingin memuliakan kerahiman-Mu. Aku ingin diriku sepenuhnya diubah menjadi kerahiman-Mu dan menjadi pantulan-Mu yang hidup. 

O Tuhan, semoga lewat hati dan jiwaku sifat-Mu yang paling utama, yakni kerahiman-Mu yang tak terselami, sampai kepada sesamaku.

Tolonglah aku, ya Tuhan, supaya mataku penuh dengan belas kasihan sehingga aku tidak pernah mencurigai atau menilai orang atas dasar penampilan lahiriah, tetapi melihat apa yang indah dalam jiwa sesama dan siap menolong mereka.

Tolonglah aku, ya Tuhan, supaya telingaku penuh dengan belas kasihan sehingga aku dapat memberi perhatian kepada kebutuhan sesamaku dan tidak bersikap acuh tak acuh terhadap penderitaan dan keluh kesah mereka.

Tolonglah aku, ya Tuhan, supaya lidahku penuh dengan belas kasihan sehingga aku tidak pernah berbicara jelek terhadap sesamaku, tetapi mengucapkan kata-kata penghiburan dan pengampunan untuk semua orang.

Tolonglah aku, ya Tuhan, supaya tanganku penuh dengan belas kasihan dan penuh dengan perbuatan baik sehingga aku berbuat baik kepada sesamaku dan menanggung sendiri tugas-tugas yang sulit serta berat.

Tolonglah aku, ya Tuhan, supaya kakiku penuh dengan belas kasihan sehingga aku dapat bergegas menolong sesamaku, dengan mengalahkan kelelahan dan keletihanku sendiri. Istirahatku yang sesungguhnya adalah melayani sesamaku.

Tolonglah aku, ya Tuhan, supaya hatiku penuh dengan belas kasihan sehingga aku sendiri dapat merasakan semua penderitaan sesamaku. Aku memberikan hatiku kepada semua orang. Aku akan bersikap tulus uga kepada mereka yang, aku tahu, akan menyalahgunakan kebaikkanku. Aku mau mengurung diriku dalam Hati Yesus yang maharahim. Aku akan menanggung penderitaanku sendiri dengan berdiam diri. Semoga kerahiman-Mu, o Tuhan, bersemayam di dalam hatiku.

Engkau sendiri memerintahkan supaya aku mau melatih diri dalam tiga tingkat kerahiman. 

  • Yang pertama: karya belas kasihan - yakni melakukan apa saja yang mengungkapkan belas kasihan. 
  • Yang kedua: tutur belas kasihan - kalau tidak dapat melakukan satu karya belas kasihan, aku akan melakukannya dengan kata-kataku. 
  • Dan yang ketiga: doa belas kasihan - kalau aku tidak dapat menunjukkan belas kasihan lewat perbuatan dan ucapan, aku selalu dapat mengungkapkan belas kasihan itu dengan doa. Sebab doaku dapat mencapai tempat-tempat yang secara fisik tak dapat dicapai.

O Yesus, ubahlah diriku menjadi diri-Mu sendiri sebab tidak ada hal yang mustahil bagi-Mu.

[empat halaman kosong]

(164) Warsawa 1933

Probasi Sebelum Kaul Kekal:

Ketika aku tahu bahwa aku harus pergi untuk menjalani masa probasi, hatiku berdetak dengan sukacita karena membayangkan rahmat yang sedemikian besar, yakni kaul-kaul kekal. Aku pergi ke hadapan Sakramen Mahakudus; dan ketika aku tenggelam dalam doa syukur, aku mendengar suara ini dalam jiwaku,

“Anak-Ku, engkau adalah kesukaan-Ku, engkau adalah penghibur Hati-Ku. Aku memberikan kepadamu rahmat sebanyak yang dapat engkau rengkuh. Kalau engkau ingin membuat-Ku bahagia, sering berbicaralah kepada dunia mengenai kerahiman-Ku yang besar dan tak terselami.”

(165) 

Beberapa pekan sebelum aku diberi tahu mengenai probasi itu, aku masuk ke kapel sejenak dan Yesus berkata kepadaku,

“Pada saat ini juga para superior sedang memutuskan para suster yang akan mengikrarkan kaul kekal. Tidak semua akan mendapat rahmat ini, tetapi ini karena kesalahan mereka sendiri. Orang yang tidak mau mempergunakan rahmat-rahmat yang kecil tidak akan diberi rahmat yang besar. Tetapi, kepadamu, Anak-Ku, rahmat itu diberikan.”

Jiwaku dipenuhi dengan rasa kagum yang penuh sukacita sebab beberapa hari sebelumnya salah seorang dari para suster telah berkata kepadaku,

“Suster, kamu tidak akan pergi ke probasi yang ketiga. Aku sendiri akan berusaha supaya kamu tidak diizinkan untuk mengikrarkan kaulmu.”

Aku tidak mengatakan apa-apa kepada suster itu; aku merasa sangat pedih, tetapi aku berusaha menyembunyikan perasaan itu sekuat tenagaku.

O Yesus, sungguh aneh jalan-jalan-Mu! Sekarang, aku tahu bahwa tidak banyak hal yang bisa dilakukan orang dengan mengandalkan kekuatannya sendiri sebab ternyata aku dapat menjalani masa probasiku seperti telah diberitahukan Yesus kepadaku.

(166) 

Dalam doa, aku selalu mendapatkan terang dan kekuatan roh meskipun ada saat-saat yang sedemikian melelahkan dan menyakitkan, sampai kadang-kadang sulit untuk mengerti bahwa hal-hal seperti itu dapat terjadi di suatu biara. Anehnya, kadang-kadang Allah membiarkan semua itu terjadi; tetapi selalu untuk menyatakan atau mengembangkan keutamaan di dalam suatu jiwa. Itulah sebabnya ada pencobaan-pencobaan.

(167) 

Hari ini [November 1932], aku tiba di Warsawa untuk menjalani probasi ketiga. Sesudah pertemuan ramah-tamah bersama para Muder, aku pergi ke kapel kecil untuk beberapa saat. Tiba-tiba kehadiran Allah memenuhi jiwaku, dan aku mendengar kata ini,

“Putri-Ku, Aku ingin agar hatimu dibentuk mengikuti model Hati-Ku yang rahim. Engkau harus sepenuhnya dipenuhi dengan kerahiman-Ku.”

Muder Pembimbing yang tercinta tiba-tiba menanyai aku apakah aku sudah menjalani suatu retret pada tahun itu, dan aku berkata belum. “Kalau begitu, engkau harus menjalani lebih dulu suatu retret sekurang-kurannya selama tiga hari.”

Syukur kepada Allah, di Walendow sedang dilaksanakan suatu retret delapan hari, dan aku dapat ambil bagian di dalamnya. Tetapi, kesulitan-kesulitan muncul dalam kaitan dengan kepergianku ke retret itu. Ada orang yang sangat menentang kepergianku, dan [tampaknya] aku tidak dapat pergi. Sesudah makan siang, aku masuk ke kapel untuk adorasi selama lima menit. Tiba-tiba aku melihat Tuhan Yesus, yang berkata kepadaku,

“Putri-Ku, Aku sedang mempersiapkan banyak rahmat bagimu, yang engkau akan terima selama retret yang akan engkau mulai besok pagi.”

Aku menjawab,

“Yesus, retret itu sudah dimulai, dan aku konon tidak akan pergi.”

Dan Yesus berkata kepadaku,

“Bersiaplah untuk retret itu sebab engkau akan memulai retret itu besok. Dan mengenai keberangkatanmu, Aku akan mengaturnya dengan para superior!”

Dalam sekejap Yesus menghilang.

Aku mulai bertanya-tanya bagaimana mungkin hal ini terjadi. Tetapi, dalam sekejap aku dapat menyingkirkan semua pikiran itu dan memanfaatkan waktu yang kupunyai untuk berdoa, memohon agar Roh Kudus memberikan terang untuk dapat melihat seluruh kepapaan yang ada padaku. Sesaat kemudian, aku meninggalkan kapel kecil untuk melaksanakan tugas-tugasku. Sekonyong-konyong Muder Jederal memanggil aku dan berkata,

“Suster, hari ini engkau akan pergi ke Walendow bersama Muder Waleria sehingga engkau dapat memulai retret itu besok. Untunglah, Muder Waleria kebetulan ada di sini dan engkau dapat pergi bersamanya.”

Dalam waktu kurang dari dua jam, aku sudah berada di Walendow. Aku merenung sejenak dalam hatiku dan menyadari bahwa hanya Yesus yang dapat mengatur hal-hal seperti itu.

(168) 

Ketika orang yang dengan begitu keras menentang keikutsertaanku dalam retret itu melihat aku pergi, ia menunjukkan rasa heran dan kecewanya. Tanpa memperhatikan hal itu, dengan ramah aku memberi salam kepadanya dan pergi mengunjungi Tuhan, untuk minta petunjuk bagaimana aku harus bertingkah laku selama retret.

(169) 

Inilah percakapanku dengan Tuhan Yesus sebelum retret. Yesus memberi tahu aku bahwa retret ini akan sedikit berbeda dengan retret-retret lain.

“Engkau harus bersikap sangat tenang dalam persekutuanmu dengan Aku. Aku akan menghapus segala keragu-raguan yang ada dalam kaitan dengan hal ini. Aku tahu bahwa engkau sekarang merasa damai karena Aku sedang berkata-kata kepadamu, tetapi pada saat Aku berhenti berbicara, engkau akan mulai menghadapi keragi-raguan. Tetapi Aku ingin engkau tahu bahwa Aku akan menguatkan jiwamu sedemikian rupa sehingga bahkan kalau engkau mau membuat dirimu cemas, engkau tidak akan mampu melakukannya. Dan sebagai bukti bahwa Akulah yang sedang berbicara denganmu, pada hari kedua retret ini engkau akan pergi mengaku dosa kepada imam yang sedang memimpin retret ini; engkau harus pergi kepadanya begitu ia menyelesaikan konferensinya dan paparkanlah kepadanya segala keragu-raguanmu mengenai Aku. Aku akan menjawab engkau lewat bibirnya, dan kemudian ketakutanmu akan sirna. 

Selama retret ini, penuhilah silentium dengan ketat seolah-olah tidak ada sesuatu di sekitarmu. Engkau hanya akan berbicara dengan Aku dan dengan bapak pengakuanmu; kepada para superiormu, engkau hanya akan minta penitensi.”

Aku merasakan sukacita yang sangat mendalam bahwa Tuhan berkenan menunjukkan kepadaku kebaikan yang sedemikian besar dan mau merendahkan diri-Nya sedemikian rupa kepadaku.

(170) 

Hari pertama retret. Aku berusaha menjadi orang pertama yang ada di kapel pada waktu pagi; sebelum meditasi aku memiliki sedikit waktu untuk berdoa kepada Roh Kudus dan kepada Bunda Tersuci. Dengan sungguh-sungguh, aku mohon kepada Bunda Allah supaya memperoleh bagiku rahmat kesetiaan kepada ilham-ilham batin dan melaksanakan kehendak Allah dengan setia, apa pun bentuknya. Aku memulai retret ini dengan suatu keberanian yang istimewa.

(171) 

Berjuang untuk tetap hening. Seperti biasa, para suster dari berbagai komunitas datang ke retret ini. Salah seorang suster yang sudah sangat lama tidak kulihat, datang ke kamarku dan berkata bahwa ia memiliki sesuatu untuk disampaikan kepadaku. Aku tidak menjawabnya, dan ia melihat bahwa aku tidak mau melanggar silentium. Ia berkata kepadaku,

“Aku baru tahu bahwa Suster sedemikian aneh,”

dan ia pergi. Aku sungguh sadar bahwa ia tidak mempunyai urusan denganku kecuali sekadar mau memuaskan cinta dirinya yang serba tahu. O Allah, jagalah aku dalam kesetiaan.

(172) 

Imam yang memimpin retret datang dari Amerika. Ia datang ke Polandia hanya waktu yang singkat, dan sangat kebetulan bahwa ia memimpin retret kami. Suatu kehidupan batin yang mendalam terpancar dari orang ini. Penampilannya memberikan kesaksian tentang kebesaran jiwanya. Mati raga dan konsentrasi merupakan ciri khas imam ini. Tetapi kendati keutamaan-keutamaan yang begitu besar, aku mengalami banyak kesulitan dalam mengungkapkan jiwaku kepadanya dalam kaitan dengan rahmat yang kuterima; sejauh menyangkut dosa-dosa, selalu mudah untuk melakukannya, tetapi dalam kaitannya dengan rahmat, aku harus berusaha mati-matian, dan meskipun demikian akhirnya aku tidak mengatakan banyak.

(173) 

Godaan setan di dalam meditasi. Aku merasakan suatu ketakutan yang aneh bahwa imam itu tidak akan memahamiku, atau bahwa ia tidak akan punya waktu untuk mendengarkan segala sesuatu yang akan kukatakan. Bagaimana aku akan mengatakan semua ini kepadanya? Kalau itu Pastor Bukowski, aku akan dapat melakukannya dengan lebih mudah, tetapi imam Yusuit ini baru kulihat untuk pertama kali ini. ... Maka, aku ingat akan nasihat Pastor Bukowski bahwa aku harus sekurang-kurangnya membuat catatan singkat tentang terang yang diberikan kepadaku oleh Allah selama retret-retret dan memberikan kepadanya sekurang-kurangnya suatu laporan singkat tentang semua itu. 

Ya Allahku, satu setengah hari sudah berlangsung dengan mudah, dan kini pergulatan hidup dan mati sedang dimulai. Konferensi sudah akan dimulai dalam setengah jam lagi, dan kemudian aku harus pergi ke pengakuan dosa. Setan berusaha membujuk aku untuk percaya bahwa kalau para superiorku telah memberi tahu aku bahwa kehidupan batinku adalah suatu khayalan, mengapa aku harus bertanya lagi dan menganggu bapak pengakuan?

“Tidakkah Muder X memberitahu engkau bahwa Tuhan Yesus tidak bersatu dengan jiwa-jiwa yang memprihatinkan seperti jiwamu? Bapak pengakuan ini akan memberi tahu engkau hal yang sama. Mengapa berbicara kepadanya tentang semua ini? Ini bukan dosa, dan Muder X mengatakan kepadamu dengan jelas bahwa semua persatuan dengan Tuhan Yesus adalah mimpi di siang bolong dan histeria melulu. Jadi, mengapa harus mengatakannya kepada bapak pengakuan ini? Lebih baik engkau membuang semua ini sebagai khayalan. Perhatikan betapa banyaknya penghinaan yang engkau derita karena semua itu, dan betapa banyak lagi yang masih menantikanmu, dan semua suster tahu bahwa engkau adalah seorang histeris.”
“Yesus!”

aku berseru dengan segenap kekuatan jiwaku.

Pada saat itu, imam masuk dan memulai konferensi. Ia berbicara sangat singkat, seolah-olah ia terburu-buru. Sesudah konferensi, ia pergi ke kamar pengakuan. Melihat bahwa tak seorang suster pun pergi ke sana, aku bangkit dari tempatku berlutut, dan langsung pergi ke kamar pengakuan.

(174) 

Tidak ada waktu untuk menimbang-nimbang. Sebagai ganti mengatakan kepada imam tentang keragu-raguan yang telah diciptakan dalam diriku dalam kaitan dengan hubungan-hubunganku dengan Tuhan Yesus, aku mulai berbicara tentang godaan-godaan yang baru saja aku lukiskan di atas. Bapak itu langsung memahami situasiku dan berkata, “Suster, engkau tidak percaya akan Tuhan Yesus sebab ia memperlakukan engkau dengan begitu baik. Baiklah Suster, tenanglah. Yesus adalah Gurumu, dan persatuanmu dengan dia bukanlah mimpi di siang bolong, juga bukan sekedar histeria atau khayalan. Ketahuilah bahwa engkau berada di jalan yang tepat. Berusahalah untuk setia kepada rahmat-rahmat ini; engkau tidak boleh menghindarinya. Suster tidak perlu berbicara dengan para superior mengenai rahmat-rahmat batin ini kecuali kalau Tuhan Yesus dengan jelas menyuruh untuk berbuat demikian; tetapi dalam hal ini, engkau hendaknya lebih dulu berkonsultasi dengan bapak pengakuan. Tetapi, kalau Tuhan Yesus menuntut sesuatu yang lahiriah, dalam hal ini, sesudah berkonsultasi dengan bapak pengakuan, engkau hendaknya melaksanakan apa yang diminta Yesus darimu, Juga kalau itu menuntut pengurbanan yang amat besar. Di lain pihak, Suster harus mengatakan segala sesuatu kepada bapak pengakuanmu. Sungguh, tdak ada jalan lain bagi Suster. Berdoalah agar engkau dapat menemukan seorang pembimbing rohani; kalau tidak engkau akan menyia-nyiakan anugerah besar Aku ulangi sekali lagi; tenangkanlah hatimu; engkau menempuh jalan yang tepat. Jangan peduli akan sesuatu yang lain, tetapi setialah selalu kepada Tuhan Yesus, tak peduli apa pun yang akan dikatakan orang tentang Suster. Justru dengan jiwa yang memprihatinkan seperti ini, Tuhan Yesus bersatu secara mesra. Dan semakin Suster merendahkan diri, semakin erat Tuhan Yesus akan menyatukan diri-Nya denganmu.”

(175) 

Ketika aku meninggalkan kamar pengakuan, sukacita yang tak terperikan memenuhi jiwaku sehingga aku menyendiri ke tempat yang terpencil di dalam taman untuk menyembunyikan diriku dari suster-suster supaya aku dapat membiarkan hatiku menumpahkan perasaannya kepada Allah. Kehadiran Allah meresapi aku dan, dalam sekejap, segenap kehampaanku tenggelam di dalam Allah; dan pada saat yang sama aku merasakan, atau lebih tepat menyaksikan, Ketiga Pribadi Ilahi tinggal di dalam diriku. Dan aku merasakan damai yang sedemikian teduh di dalam jiwaku sampai aku sendiri merasa heran bahwa aku dapat memiliki begitu banyak rasa waswas.

(176) 

Keputusan: 

Setia kepada ilham-ilham batin meskipun aku tidak dapat membayangkan seberapa besar pengurbanan yang harus kutanggung untuk itu. Aku tidak boleh melakukan suatu pun atas prakarsa sendiri tanpa lebih dulu berkonsultasi dengan bapak pengakuan.

(177) 

Pembaruan kaul. 

Sejak saat aku bangun tidur pada pagi hari, rohku sepenuhnya tenggelam di dalam Allah, di dalam Samudra Kasih itu. Aku merasa bahwa aku telah sepenuhnya tenggelam di dalam Dia. Dalam misa kudus, cintaku akan Dia mencapai puncak intensitasnya. Sesudah pembaruan kaul dan komuni kudus, tiba-tiba aku melihat Tuhan Yesus, yang berkata kepadaku dengan amat mesra,

“Putri-Ku, pandanglah Hati-Ku yang maharahim.”

Ketika aku menatap Hati Yang Mahakudus, berkas sinar yang sama, seperti yang terlihat dalam gambar sebagai darah dan air, memancar darinya, dan aku memahami betapa besarnya kerahiman Tuhan. Dan sekali lagi Yesus berkata kepadaku dengan mesra,

“Putri-Ku, berbicaralah dengan imam mengenai kerahiman-Ku yang tak terselami. Api kerahiman membakar Aku; Aku ingin terus mencurahkannya ke atas jiwa-jiwa; tetapi jiwa-jiwa tidak mau percaya kepada kebaikan-Ku.”

Tiba-tiba Yesus menghilang. Tetapi, sepanjang hari itu rohku tetap tenggelam dalam kehadiran Allah yang nyata, kendati ada kegaduhan dan obrolan yang biasanya terjadi sesudah retret. Semua itu tidak sedikit pun mengganggu aku. Rohku berada dalam Allah meskipun secara lahiriah aku ambil bagian dalam percakapan dan bahkan pergi untuk berkunjung ke Derdy.

(178) 

Hari ini, kami memulai probasi yang ketiga. Kami bertiga bertemu di kamar Muder Malgorzata, sedangkan suster-suster yang lain menjalani probasi mereka di novisiat. Muder Malgorzata membuka pertemuan dengan suatu doa dan menjelaskan kepada kami rangkaian acara yang ada dalam probasi ketiga, dan kemudian berbicara mengenai betapa besarnya rahmat kaul kekal. Tiba-tiba, aku mulai menangis keras. Serta merta segala rahmat Allah tampak di hadapan mata jiwaku, dan aku melihat diriku sedemikian malang dan tak tahu terima cinta terhadap Allah. Para suster mulai menegur aku dengan berkata,

“Mengapa ia tiba-tiba begitu menangis? 

Tetapi, Muder Malgorzata membela aku dengan berkata bahwa ia tidak heran.

Pada akhir acara, aku pergi ke hadapan Sakramen Mahakudus dan, seperti orang yang paling malang dan menyedihkan, aku memohon kerahiman-Nya agar Ia berkenan menyembuhkan dan memurnikan jiwaku yang papa. Saat itulah aku mendengar suara ini,

“Putri-Ku, semua kepapaanmu sudah hangus dalam nyala cinta-Ku, ibarat satu tunas kecil yang sudah hangus dalam api yang berkobar-kobar. Dengan merendahkan dirimu dengan cara ini, engkau menarik seluruh samudra kerahiman-Ku kepada dirimu sendiri dan kepada jiwa-jiwa lain.”

Aku menjawab,

“Yesus, bentuklah hatiku yang papa ini seturut kesukaan ilahi-Mu.”

(179) 

Selama masa probasi ketiga, tugasku adalah membantu suster di vestiarium (ruang tempat menyimpan pakaian para suster dan sekaligus ruang untuk menjahit). Tugas ini memberi aku banyak kesempatan untuk mengamalkan keutamaan-keutamaan. Kadang-kadang, aku harus mengantar pakaian ke suster-suster tertentu tiga kali dan masih ada juga yang tidak memuaskan mereka. Tetapi, aku juga mulai menyadari keutamaan-keutamaan besar beberapa suster yang selalu meminta barang-barang yang paling sederhana dari ruang itu. Aku kagum akan semangat kerendahan hati dan mati raga mereka.

(180) 

Ketika tiba Masa Adven, dalam jiwaku muncul kerinduan yang membara akan Allah. Dengan sekuat tenaga, rohku bergegas menuju Allah. Pada waktu itu, Tuhan memberiku terang cemerlang untuk mengenal sifat-sifat-Nya.

  • Sifat pertama yang Tuhan perkenalkan kepadaku adalah Kekudusan-Nya. Tuhan itu sedemikian kudus sehingga segala Kuasa dan Kekuatan gemetar di hadapan-Nya. Roh-roh yang murni menyelubungi wajahnya dan merunduk dalam adorasi yang tak kunjung henti, dan hanya dengan satu kata mereka mengungkapkan hormat yang paling tinggi, yakni Kudus. .... Kekudusan Allah dicurahkan ke atas Gereja dan ke atas setiap jiwa yang hidup di dalamnya, tetapi dengan tingkat yang berbeda-beda. Ada jiwa-jiwa yang sepenuhnya diilahikan oleh Allah, dan ada juga yang hanya sekadar hidup.
  • Sifat kedua yang diberi tahukan Tuhan kepadaku adalah Keadilan-Nya. Allah itu sedemikian adil, dan keadilan-Nya meresap sampai ke lubuk hati segala ciptaan sehingga di hadapan-Nya segala sesuatu tampak serba transparan, dan tidak ada suatu pun yang dapat menyembunyikan sesuatu dari-Nya.
  • Sifat ketiga adalah Kasih dan Kerahiman. Dan aku memahami bahwa sifat Allah yang tertinggi adalah kasih dan kerahiman. Sifat ini menyatukan ciptaan dengan Pencipta. Kasih yang paling besar dan kerahiman yang paling dalam ini kukenal dalam penjelmaan Sang Sabda dan dalam penebusan [umat manusia], dan di sinilah aku menyadari bahwa inilah sifat Allah yang paling tinggi.

(181) 

Hari ini, aku membersihkan kamar salah seorang suster. Meskipun aku berusaha membersihkannya dengan sangat saksama, ia terus menerus mengawasiku dan berkata,

“Di sini ada debu, di situ ada noda.”

Menanggapi setiap celaannya, aku membersihkan tempat-tempat itu sampai belasan kali sekadar untuk memuaskan dia. Bukanlah pekerjaannya yang membuat aku letih, tetapi semua tuntutannya yang bawel dan keterlaluan. Kemartiranku sepanjang hari rupanya belum cukup baginya sehingga suster itu pergi kepada Suster Pembimbing dan mengeluh,

“Muder, siapa suster yang tanpa peduli ini? Ia tidak tahu bagaimana bekerja dengan cepat!”

Hari berikutnya, aku pergi lagi melaksanakan tugas yang sama, tanpa berusaha menjelaskan diriku. Ketika ia mulai mendesak aku, aku berpikir,

“Yesus, orang dapat menjadi martir dengan tetap diam; tenagaku tak berkurang karena pekerjaan, tetapi karena kemartiran ini.”

(182) 

Aku tahu bahwa sejumlah orang memiliki bakat istimewa untuk menyakiti orang lain. Mereka berusaha sekuat mungkin untuk mencobai kamu. Jiwa malang yang jatuh ke dalam tangan mereka akan serba salah; usaha-usahanya yang paling baik pun dikritik dengan penuh dengki.

Malam Natal.

Hari ini, aku bersatu erat dengan Bunda Allah. Aku merasakan perasaan-perasaan batinnya. Pada petang hari sebelum upacara pemecahan oplatek (sejenis pengenan tipis yang dibuat dari tepung gandum dan air), aku pergi ke kapel untuk berbagi oplatek, dalam roh, dengan orang-orang yang kucintai, dan aku minta kepada Bunda Allah rahmat bagi mereka. Rohku sepenuhnya terbenam di dalam Allah. Dalam Misa Malam [bernama Pasterka, yaitu Misa Para Gembala], aku melihat Kanak-kanak Yesus di dalam Hosti, dan rohku terbenam di dalam Dia. Meskipun Ia itu Anak yang kecil, keagungan-Nya meresapi jiwaku. Aku sungguh diresapi oleh misteri ini. Inilah perendahan diri yang luar biasa dari pihak Allah, penghampaan diri yang tak terselami. Perasaan-perasaan ini terus hidup di dalam jiwaku sepanjang pesta Natal. Oh, kita tidak akan pernah memahami perendahan diri yang luar biasa dari pihak Allah ini; semakin aku memikirkannya, ...[permenungan tidak dilanjutkan].

(183) 

Pada suatu pagi sesudah komuni kudus, aku mendengar suara ini,

“Aku ingin agar engkau menemani Aku apabila Aku pergi mengunjungi orang sakit.”

Aku menjawab bahwa aku sangat senang, tetapi sesudah merenung sejenak aku mulai bertanya-tanya bagaimana aku akan melakukannya; para suster kelompok kedua tidak mendapat tugas mendampingi pelayanan komuni kepada orang sakit. Selalu suster anggota kelompok pembimbing yang pergi untuk pelayanan ini. Aku berpikir dalam hati: Yesus akan menemukan jalan keluar. Tidak lama kemudian, Muder Rafaela memanggilku dan berkata,

“Suster, engkau harus menemani Tuhan Yesus apabila imam pergi mengunjungi orang sakit.”

Dan selama masa probasiku, akulah yang membawa lilin bernyala, menyertai Tuhan, dan ibarat seorang ksatria Yesus, aku selalu berusaha memperlengkapi diriku dengan ikat pinggang besi sebab tidak cocoklah mendampingi Raja dalam busana harian saja. Dan, aku mempersembahkan mati raga ini untuk orang sakit.

(184) 

Jam Kudus. 

Selama ibadat Jam Kudus ini, aku berusaha merenungkan sangsara Tuhan. Hatiku dipenuhi dengan sukacita, dan tiba-tiba aku melihat Kanak-kanak Yesus. Tetapi, keagungan-Nya meresapi diriku sedemikian rupa sehingga aku berkata,

“Yesus, Engkau sedemikian kecil, tetapi aku tahu bahwa Engkau adalah Pencipta dan Tuhanku.”

Dan Yesus menjawabku,

“Benar, dan Aku menyertai engkau sebagai seorang anak untuk mengajarkan kepadamu kerendahan hati dan kesederhanaan.”

Aku menghimpun segala penderitaan dan kesulitanku menjadi suatu buket bagi Yesus untuk hari pertunangan abadi kami. Tidak ada suatu pun yang sulit bagiku apabila aku ingat bahwa semua itu untuk Mempelaiku sebagai bukti dari cintaku kepada-Nya.

(185) 

Keheninganku bagi Yesus. 

Aku berusaha menciptakan keheningan yang dalam bagi Yesus. Di tengah hiruk pikuk yang paling bising, Yesus selalu menemukan keheningan di dalam hatiku meskipun kadang-kadang hal ini menuntut banyak pengurbanan dariku. Tetapi, apakah yang dapat dianggap terlalu besar bagi Yesus, bagi Dia yang kucintai dengan segenap kekuatan hatiku?

(186) 

Hari ini, Yesus berkata kepadaku,

“Aku ingin agar dengan lebih mendalam engkau mengenal cinta yang berkobar-kobar dalam Hati-Ku bagi jiwa-jiwa, dan engkau akan memahami hal ini apabila engkau merenungkan Sengsara-Ku. Serukanlah kerahiman-Ku bagi orang-orang berdosa; Aku merindukan keselamatan mereka. Apabila, dengan hati yang remuk redam dan dengan iman yang kuat, engkau mendaras doa ini atas nama seorang berdosa, Aku akan memberikan rahmat pertobatan kepadanya.”

(187) 

Inilah doanya: O Darah dan Air yang memancar dari Hati Yesus sebagai sumber kerahiman, Engkau andalanku.

(188) 

Pada hari-hari terakhir dari pesta karnaval 

ketika sedang melaksanakan ibadat Jam Kudus, aku melihat betapa Tuhan Yesus menderita tatkala Ia sedang didera. Oh, siksaan yang sunggh tak terselami! Betapa hebatnya penderitaan Yesus ketika Ia didera! Hai, kamu orang-orang berdosa yang malang, pada hari pengadilan nanti bagaimana kamu akan menghadapi Yesus yang sekarang kamu siksa dengan begitu kejam? Darah-Nya mengalir ke tanah, dan di beberapa bagian tubuh, daging-Nya mulai berjatuhan. Di punggung-Nya, aku melihat beberapa tulang sudah tanpa daging. Yesus yang lembut merintih lirih dan mengeluh.

(189) 

Sekali peristiwa, Yesus menyadarkan aku betapa menyenangkan hati-Nya suatu jiwa yang dengan setia mematuhi peraturan [biara]. Jiwa akan menerima ganjaran yang lebih besar karena mematuhi peraturan daripada karena pertobatan dan mati raga-mati raga yang berat. Tobat dan mati-raga juga akan diberi ganjaran kalau semua ini dilaksanakan demi dan dengan mengutamakan peraturan, tetapi tidak akan diganjar kalau mereka mengabaikan peraturan.

(190) 

Pernah dalam suatu adorasi, Tuhan meminta agar aku menyerahkan diri kepada-Nya sebagai suatu persembahan, dengan menanggung sejumlah penderitaan sebagai penyilihan, bukan hanya untuk dosa-dosa dunia pada umumnya, tetapi khususnya untuk pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan di dalam komunitas ini. Serta merta aku berkata, “Baik, aku siap!” Namun, Tuhan Yesus memperlihatkan kepadaku apa yang harus kuderita, dan dalam sekejap seluruh penderitaan terbentang satu per satu di depan mataku.

Pertama, maksud-maksud baikku tidak akan dipahami; akan muncul segala macam kecurigaan dan ketidakpercayaan dan juga berbagai penghinaan serta kesengsaraan. Aku tidak akan menyebutkan segalanya di sini. Semua penderitaan itu membentang di hadapan mata jiwaku seperti awan yang gelap gulita; dari sana setiap saat halilintar siap menyambar, hanya menunggu persetujuanku. Sejenak, sedari kodratku aku merasa takut. Kemudian, tiba-tiba bel makan malam berbunyi. Aku meninggalkan kapel, gemetar dan bingung. Tetapi pengorbanan itu terus menerus terpampang di hadapanku karena aku belum memutuskan untuk menerimanya, atau menolak Tuhan. Aku ingin menempatkan diriku sepenuhnya dalam kehendak-Nya. Kalau Tuhan Yesus sendiri menimpakan penderitaan itu atas diriku, aku siap. Tetapi, Yesus memberitahukan kepadaku bahwa aku sendiri harus memberikan persetujuan bebasku dan menerimanya dengan penuh kesadaran; kalau tidak, semua itu akan sia-sia. Seluruh maknanya ada dalam keputusan bebasku di hadapan Allah. Tetapi, pada saat yang sama, Yesus membuatku paham bahwa keputusan itu sepenuhnya ada di dalam kekuasaanku. Aku dapat menerima atau menolaknya. Maka, dengan serta merta aku menjawab,

“Yesus, aku menerima segala sesuatu yang ingin Kausampaikan kepadaku; aku percaya akan kebaikan-Mu.”

Pada saat itu, aku merasa bahwa dengan keputusan ini aku sangat memuliakan Allah. Ttetapi, aku mempersenjatai diriku sendiri dengan kesabaran. Begitu meninggalkan kapel, aku sudah harus berhadapan dengan kenyataan. Aku tidak mau melukiskannya secara rinci, tetapi beratnya sebatas aku mampu menanggungnya. Aku tidak akan mampu menanggung lebih dari itu meskipun hanya satu tetes lagi.

(191) 

Pada suatu pagi, aku mendengar suara ini dalam jiwaku,

“Pergilah kepada Muder Jenderal dan katakan kepadanya bahwa hal yang terjadi dalam komunitas ini dan komunitas itu tidak berkenan di hati-Ku.”

Aku tidak dapat menyebutkan masalah apa dan komunitas mana yang dimaksud, tetapi aku sungguh memberitahukannya kepada Muder Jenderal, meskipun itu menuntut pengurbanan sangat berat dariku.

(192) 

Pernah, aku mengalami sendiri suatu cobaan mengerikan yang akan menimpa salah seorang siswi kami di komunitas Warsawa. Ia tergoda untuk bunuh diri. Selama tujuh hari aku menderita; dan sesudah tujuh hari, Yesus memberinya rahmat yang ia minta, dan sesudah itu penderitaanku pun berhenti. Itu sungguh penderitaan yang sangat berat. Aku sering mengalami sendiri siksaan yang seharusnya menimpa para siswi kami. Yesus mengizinkan aku mengalami hal ini, dan demikian juga bapak pengakuanku.

(193) 

Hatiku adalah tempat kediaman permanen bagi Yesus. Tidak seorang pun dapat menghampirinya kecuali Yesus. Dari Yesuslah aku menimba kekuatan untuk berjuang melawan kesulitan-kesulitan dan orang-orang yang menentangku. Aku ingin diubah menjadi seperti Yesus supaya aku mampu menyerahkan diriku sepenuhnya bagi jiwa-jiwa. Tanpa Yesus, aku tidak akan menghampiri jiwa-jiwa sebab aku tahu siapakah aku dari diriku sendiri. Aku menyerap Allah ke dalam diriku supaya aku dapat memberikan jiwa-jiwa kepada Allah.

(194) 

27 Maret. 

Aku ingin berusaha, bekerja dan menghampakan diriku sendiri demi menolong jiwa-jiwa yang kekal. Tidak menjadi masalah kalau usaha-usaha ini harus memperpendekkan hidupku; hidupku bukan lagi milikku, tetapi milik Kongregasi. Aku ingin bermanfaat bagi seluruh Gereja dengan menjadi taat kepada Kongregasiku.

(195) 

O Yesus, hari ini jiwaku seolah-olah menjadi gelap gulita karena penderitaan. Tidak ada satu berkas sinar pun. Badai sedang menerpa, dan Yesus sedang tidur. 

O Guruku, aku tidak ingin membangunkan Engkau; aku tidak akan mengganggu tidur-Mu yang nyenyak. Aku percaya bahwa tanpa kuketahui, Engkau menguatkan aku.

O Roti Hidup, selama jam-jam yang panjang aku menyembah Engkau di tengah kegersangan berat yang menimpa jiwaku. 

O Yesus, Kasih yang murni, aku tidak membutuhkan penghiburan; oleh kehendak-Mu, aku disegarkan, 

O Yang Mahakuasa! Kehendak-Mua adalah tujuan hidupku. Aku merasakan bahwa seluruh dunia melayani aku dan bergantung kepadaku. Engkau, Tuhan, memahami jiwaku dengan segala aspirasinya.

Yesus, apabila aku sendiri tidak dapat melambungkan madah cinta bagi-Mu, aku mengagumi nyanyian para Serafim, yang sedemikian Kaucintai. Aku inigin membenamkan diriku sendiri di dalam Dikau seperti mereka. Kasih yang demikian tak dapat dibendung sebab tiada kekuatan yang berkuasa atasnya. Ia ibarat halilintar yang memecahkan kegelapan, tetapi tidak tinggal di dalam kegelapan itu. 

O Guruku, bentuklah jiwaku menurut kehendak-Mu dan menurut rancangan-rancangan abadi-Mu.

(196) 

Ada orang yang tampaknya merasa mendapat tugas untuk menguji keutamaanku dengan segala macam cara. Pada suatu hari, ia menghentikan aku di lorong dan mulai dengan berkata bahwa ia tidak mempunyai alasan untuk mempersalahkan aku. Tetapi, ia menyuruh aku berdiri di seberang kapel kecil selama setengah jam dan menunggu Muder Superior yang akan lewat di situ sesudah rekreasi; dan aku disuruhnya mengaku salah atas berbagai hal yang telah ia katakan kepadaku. Memang, aku tidak mempunyai gambaran apa-apa mengenai semua itu di dalam jiwaku. Tetapi, aku taat dan menantikan Muder Superior selama setengah jam penuh. Setiap suster yang lewat memandang aku dengan menyeringai. Ketika aku mengakui kesalahan-kesalahanku di hadapan Muder Superior ia mengirim aku kepada bapak pengakuanku. Ketika aku melaksanakan pengakuan dosa, imam langsung melihat bahwa semua ini tidak keluar dari jiwaku sendiri dan bahwa aku tidak mungkin memiliki ide gila seperti itu. Ia merasa sangat heran bahwa orang itu berani mengambil sendiri wewenang untuk memberikan perintah-perintah seperti itu.

(197) 

O Gereja Allah, engkau adalah bunda yang paling baik, hanya engkau yang dapat membesarkan jiwa dan membuatnya berkembang. 

Oh, betapa besarnya cinta dan hormatku bagi Gereja, bunda yang terbaik itu!

(198) 

Pada suatu hari, Tuhan berkata kepadaku,

“Putri-Ku, kepercayaan dan cintamu menghambat keadilan-Ku; Aku tak dapat menjatuhkan hukuman karena engkau menghalangi Aku berbuat demikian.”

O, betapa besarnya kekuatan jiwa yang penuh dengan kepercayaan!

(199) 

Ketika aku merenungkan kaul kekalku dan Allah yang ingin menyatukan diri denganku, selama berjam-jam aku tenggelam dalam ingatan akan Dia. Bagaimana ini dapat terjadi; Engkau adalah Allah dan aku.... aku adalah ciptaan-Mu. Engkau, Raja yang abadi dan aku, seorang pengemis dan seorang hina! Tetapi sekarang semuanya menjadi jelas bagiku; rahmat-Mu dan cinta-Mu, o Tuhan, telah menimbun jurang yang memisahkan Engkau, ya Yesus, dan aku.

(200) 

O Yesus, betapa dalamnya jiwa terluka ketika ia selalu berusaha bersikap tulus, tetapi ada yang menuduhnya bersikap munafik dan tidak mau mempercayainya. 

O Yesus, Engkau juga menderita seperti ini untuk menjadi penyilihan bagi Bapa-Mu.

 


Kerahiman Ilahi dalam Jiwaku

Kerahiman Ilahi dalam Jiwaku (Audio)

Refleksi Harian Kerahiman Ilahi