-->

Catatan Harian St.Faustina: 251 - 300

KERAHIMAN ILAHI DALAM JIWAKU

Buku Catatan Harian Abdi Allah

Santa Maria Faustina Kowalska

anggota Kaul Kekal dari

Kongregasi Santa Perawan Maria Berbelas Kasih

 

Buku 1

Catatan Harian : 251 - 300

(251) 

Sesudah kaul kekal, aku tinggal di Krakow sepanjang bulan Mei sebab belum diputuskan apakah aku harus pergi ke Rabka atau ke Vilnius. Pernah Muder Jenderal bertanya kepadaku,

“Mengapa engkau duduk begitu tenang di sini dan belum siap untuk pergi ke suatu tempat lain, Suster?”

Aku menjawab,

“Aku mau melakukan kehendak Allah saja; ke mana pun Muder minta aku pergi, aku akan tahu bahwa Allah sungguh menghendaki aku pergi ke sana, tanpa campur tangan sedikit pun dari pihakku.”

Muder Jenderal menjawab sebagai berikut,

“Baik sekali!”

Hari berikutnya ia memanggilku dan berkata,

“Suster, engkau ingin mengikuti kehendak murni Allah; baik sekali; maka engkau harus pergi ke Vilnius.”

Aku berterima kasih kepadanya dan menantikan hari kapan aku diberi untuk pergi. Tetapi, jiwaku dipenuhi dengan semacam kegembiraan dan ketakutan, serentak. Aku merasa bahwa Allah sedang mmepersiapkan rahmat yang besar bagiku di sana, tetapi juga penderitaan yang berat. Tetapi, aku masih tinggal di Krakow sampai 27 Mei. Karena aku tidak memiliki tugas yang tetap, aku hanya membantu di kebun. Dan karena kebetulan aku bekerja sendirian selama satu bulan penuh, aku dapat melaksanakan suatu retret dengan metode St. Ignatius. Aku memang selalu datang ke rekreasi komunitas. Tetapi, aku tetap berusaha melaksanakan retret Yesuit. Selama waktu ini, aku memperoleh banyak terang dari Allah.

(252) 

Inilah hari keempat sesudah kaul kekalku. Aku mencoba melaksanakan suatu Jam Kudus. Hari ini adalah Kamis pertama dalam bulan. Begitu aku masuk ke dalam kapel, kehdairan Allah menyelimuti aku. Aku sungguh sadar bahwa Tuhan berada di dekatku. Sesudah beberapa saat, aku melihat Tuhan, penuh dengan luka; dan Ia berkata kepadaku,

“Pandanglah Dia yang sudah menjadi Mempelaimu.”

Aku tahu arti kata-kata ini dan aku menjawab kepada Tuhan,

“Yesus, aku semakin mencintai Engkau apabila aku melihat Engkau terluka dan tertindih dengan penderitaan seperti ini daripada kalau aku melihat Engkau dalam keagungan-Mu.”

Yesus berkata, 

“Mengapa?”

Aku menjawab,

“Keagungan membuat aku takut, dan aku yang sama sekali tidak ada artinya, dan luka-luka-Mu menarikku masuk ke dalam Hati-Mu dan menuturkan kepadaku cinta-Mu yang begitu besar kepadaku.”

Sesudah percakapan ini terjadilah keheningan. Aku menatap luka-luka-Nya yang kudus dan merasa bahagia menderita bersama-Nya. Aku menderita, tetapi aku tidak menderita sebab aku merasa bahagia mengetahui dalamnya cinta Yesus, dan saat itu terasa hanya seperti satu menit.

(253) 

Aku tidak pernah boleh menghakimi seorang pun. Aku harus memperlakukan orang lain dengan lemah lembut, tetapi diriku sendiri harus kuperlakukan dengan keras. Aku harus menyerahkan segala sesuatu kepada Allah dan, dalam pandanganku sendiri, aku harus menyadari diriku seperti adanya: melulu kepapaan dan kehampaan. Dalam menghadapi penderitaan, aku harus sabar dan tenang karena sadar bahwa segala sesuatu akan berlalu pada waktunya.

(254) 

Saat-saat yang kualami ketika aku mengikrarkan kaul kekalku lebih baik dibiarkan tak terucap.

Aku ada di dalam Dia, dan Dia di dalam aku. Pada saat Bapak Uskup mengenakan cincin pada jariku, Allah merasuki diriku sepenuhnya, dan karena aku tidak mampu mengungkapkan indahnya saat itu, aku akan tetap diam mengenai hal itu. Sejak kaul kekal itu, hubunganku dengan Allah telah menjadi lebih mesra daripada sebelumnya. Aku merasa bahwa aku mencintai Allah dan bahwa Ia mencintai aku. Karena sudah pernah mengecap Allah, jiwaku tidak dapat hidup tanpa Dia. Satu jam berada di kaki altar dalam kegersangan roh yang paling besar lebih menyenangkan hatiku daripada seratus tahun kenikmatan duniawi. Aku lebih senang berada di dalam biara sebagai orang yang dipermainkan dan sama sekali tidak dihargai daripada menjadi seorang ratu di dunia.

(255) 

Aku akan menyembunyikan dari pandangan manusia kebaikan apa pun yang aku lakukan sehingga hanya Allah yang boleh menjadi ganjaraku. Aku ingin menjadi seperti buang violet mungil yang tersembunyi di balik rerumputan; ia tidak melukai kaki orang yang menginjaknya, tetapi selalu menyebarkan kerahuman; dengan melupakan diri sendiri sama sekali, ia berusaha menyenangkan orang yang menghimpitnya di bawah kaki. Bagi kodrat manusiawi, ini memang sangat sulit tetapi rahmat Allah akan datang membawa bantuan.

(256) 

Syukur kepada-Mu, ya Yesus, atas rahmat besar untuk membuat aku memahami seluruh jurang kepapaanku. Aku tahu bahwa aku adalah jurang kehampaan dan bahwa, kalau rahmat kudus-Mu tidak menopang aku, dalam sekejap aku akan kembali kepada kehampaan. Maka, dengan setiap denyut jantngku, aku bersyukur kepada-Mu, ya Allahku karena kerahiman-Mu yang besar kepadaku.

(257) 

Besok pagi aku akan berangkat ke Vilnius. Hari ini, aku pergi mengaku dosa kepada Pastor Andrasz, imam yang sedemikian dipenuhi dengan Roh Allah, yang membiarkan sayap-sayapku tetap bebas sehingga aku dapat membubung ke puncak-puncak yang tertinggi. Ia menyakinkan aku dalam segala sesuatu dan menasihati aku supaya percaya akan penyelenggaraan ilahi.

“Percayalah dan majulah dengan penuh keberanian.”

Sesudah pengakuan dosa itu, suatu kekuatan yang luar biasa, yang ilahi, turun atas diriku. Pastor Andrasz menekankan bahwa aku harus setia kepada rahmat Allah dan berkata, “Tidak ada sesuatu yang akan merugikan kamu kalau, di masa depan, kamu terus menjaga kesederhanaan dan ketaatan yang seperti ini. Percayalah kepada Allah; kamu berada di jalan yang benar dan di tangan-tangan yang baik, di tangan Allah.”

(258) Petang itu, aku tinggal di kapel sedikit lebih lama. Aku bercakap-cakap dengan Tuhan mengenai suatu jiwa. Didorong oleh kebaikan-Nya, aku berkata,

“Yesus, Engkau memberikan imam ini kepadaku. Ia memahami bisikan-bisikan yang kuterima, dan sekarang Engkau mengambilnya kembali dariku. Apa yang harus kukerjakan di Vilnius? Aku tidak mengenal seorang pun di sana, dan bahkan logat orang-orang di sana sangat asing bagiku.”

Dan Tuhan berkata kepadaku,

“Jangan takut; Aku tidak akan meninggalkan engkau sendirian.”

Jiwaku tenggelam dalam doa syukur atas segala rahmat yang telah Tuhan berikan kepadaku lewat perantaraan Pastor Andrasz.

Tiba-tiba, aku ingat akan penglihatan di mana aku telah melihat imam itu di antara kamar pengakuan dan altar, sambil menyakinkan bahwa sekali waktu aku akan berjumpa dengan dia. Dan kata-kata yang pernah aku dengar mengiang lagi dengan jelas di telingaku,

“Ia akan menolong engkau melaksanakan kehendak-Ku di bumi ini.”

(259) 

Hari ini, tanggal 27 [Mei 1933], aku berangkat ke Vilnius. Ketika aku keluar dari rumah, aku memandang seluruh kebun dan biara, ketika aku melemparkan pandangan ke novisiat, air mataku tiba-tiba meleleh di pipiku. Aku ingat akan semua berkat dan rahmat yang diberikan Tuhan kepadaku. Kemudian tiba-tiba dan dengan tak terduga, aku melihat Tuhan di sepetak bunga, dan Ia berkata kepadaku,

“Jangan menangis; Aku selalu menyertaimu.”

Kehadiran Allah, yang meliputi aku seperti dikatakan Yesus, menyertai aku sepanjang perjalanan.

(260) 

Aku mendapat izin untuk berkunjung ke Czestochowa. Aku melihat [gambar] Bunda Allah untuk pertama kalinya ketika aku menghadiri pembukaan selubung gambar itu pada pukul lima dini hari. Aku berdoa tanpa terputus sampai pukul sebelas, dan aku merasa bahwa aku baru saja tiba. Pimpinan biara di situ menyuruh seorang suster menjemput aku, untuk sarapan dan berkata bahwa Muder sangat cemas, jangan-jangan aku ketinggalan kereta api. Bunda Allah mengatakan banyak hal kepadaku. Aku mempercayakan kaul kekalku kepadanya. Aku merasa bahwa aku adalah anaknya dan bahwa ia adalah Ibuku. Ia tidak menolak satu pun dari permintaanku.

(261) 

Hari ini aku sudah berada di Vilnius. Biara itu terdiri atas beberapa pondok kecil yang tersebar. Sesudah menyaksikan gedung-gedung besar di Jozefow, suasana Vilnius terasa agak aneh bagiku. Di Vilnius hanya ada delapan belas suster. Rumahnya kecil, tetapi kehidupan komunitas lebih akrab. Semua suster menyambut aku dengan hangat, dan bagiku ini memberikan dorongan yang besar untuk menanggung pergulatan keras yang membentang di depan. Suster Yustina bahkan sudah menggosok lantai untuk menyambut kedatanganku.

(262) 

Ketika aku menghadiri kebaktian kepada Sakramen Mahakudus, Yesus menerangi aku tentang bagaimana aku harus bersikap dalam hubungan dengan orang-orang tertentu. Dengan sekuat tenaga, aku berpaut pada Hati Yesus yang amat manis, sambil menyadari betapa banyak aku akan menghadapi gangguan-gangguan lahiriah karena pekerjaan yang akan kulakukan di kebun sehingga aku harus berhubungan erat dengan orang-orang awam.

(263) 

Pekan untuk pegakuan dosa tiba dan, sungguh menggembirakan, aku melihat imam yang sudah kukenal sebelum aku datang ke Vilnius. Aku telah mengenal dia dalam suatu penglihatan. Pada waktu itu, aku mendengar kata-kata ini dalam jiwaku,

“Inilah hamba-Ku yang setia; ia akan menolong engkau melaksanakan kehendak-Ku di bumi ini.”

Tetapi, aku tidak membuka diriku kepadanya seperti diinginkan Tuhan. Dan untuk beberapa waktu, aku bergulat melawan rahmat. Dalam setiap pengakuan dosa, rahmat Allah merasuki diriku secara sangat istimewa, tetapi aku tidak membuka jiwaku di hadapannya, dan aku bermaksud tidak pergi mengaku dosa kepada imam itu. Sesudah keputusan ini, kecemasan yang mengerikan memasuki jiwaku. Allah menegur aku dengan keras. Ketika aku membuka jiwaku sepenuhnya di hadapan imam ini, Yesus mencurahkan lautan rahmat ke dalamnya. Kini aku tahu apa artinya menjadi setia kepada suatu rahmat khusus. Satu rahmat telah menarik seluruh rangkaian rahmat yang lain.

(264) 

Ya Yesusku, buatlah aku selalu dekat dengan-Mu! Lihatlah betapa lemah aku ini! Dari diriku sendiri, aku tidak mampu melangkah maju setapak pun; maka Engkau, ya Yesus, harus terus menerus berdiri di sampingku seperti seorang ibu di samping anaknya yang tak berdaya - bahkan lebih dari itu.

(265) 

Hari-hari kerja, pergulatan, dan penderitaan sudah dimulai. Segala sesuatu berlangsung menurut acara rutin biara. Orang selalu menjadi seorang novis, meskipun telah mempelajari banyak hal dan sudah mengetahui banyak hal meskipun peraturan tetap sama, setiap rumah memiliki kebiasaan-kebiasaanya sendiri; oleh karena itu, setiap perpindahan sedikit banyak adalah suatu novisiat.

5 Agustus 1933. 

Pesta Maria Bunda Allah Kerahiman.

(266) 

Hari ini, aku menerima rahmat yang besar dan tak terselami, suatu rahmat yang murni batiniah; atas rahmat ini aku akan bersyukur kepada Allah sepanjang hayatku bahkan sampai ke alam abadi....

(267) 

Yesus mengatakan kepadaku bahwa Hati-Nya paling senang kalau aku merenungkan sengsara-Nya yang memilukan; berkat renungan seperti itu, cahaya cemerlang menerangi jiwaku. Barangsiapa mau mempelajari kerendahan hati yang sejati hendaklah ia merenungkan sensara Yesus. Ketika aku merenungkan sengsara Yesus, aku memperoleh pemahaman yang jelas mengenai banyak hal yang sebelumnya tidak dapat kupahami. Aku ingin menyerupai Engkau, ya Yesus, yang disalibkan, disiksa dan dihina. Yesus, ukirlah kerendahan Hati-Mu sendiri pada hati dan jiwaku. Yesus, aku mencintai Engkau dengan tergila-gila, Engkau yang terhimpit penderitaan sebagaimana dilukiskan oleh nabi, seolah-olah ia tidak dapat melihat rupa manusia di dalam diri-Mu karena begitu besarnya penderitaan-Mu. Dalam keadaan seperti inilah, ya Yesus, aku mencintai Engkau dengan tergila-gila. Ya Allah yang kekal dan tak terhingga, apakah yang sudah dilakukan oleh cinta terhadap Engkau...?

(268) 

11 Oktober 1933 - Kamis 

Aku berusaha melaksanakan Jam Kudus, tetapi aku mengalami kesulitan besar untuk memulainya. Suatu kerinduan mulai menyayat hatiku. Pikiranku memudar sehingga aku tidak dapat memahami bentuk-bentuk doa yang paling sederhana sekalipun. Dan demikianlah, doa, atau lebih tepat pergulatan, sudah satu jam lewat. Aku memutuskan untuk berdoa satu jam lagi, tetapi penderitaan batinku semakin meningkat - kegersangan dan keputusasaan semakin berat. Aku memutuskan untuk berdoa satu jam lagi. Pada jam ketiga ini, yang aku putuskan untuk tetap berlutut tanpa alas dan penobang apa pun, tubuhku mulai berontak untuk beristirahat. Tetapi aku sama sekali tidak mengendur. Aku merentangkan tangan dan meskipun tidak mengucapkan sepatah kata pun, aku bertahan dengan kemauan yang kuat. Tidak lama kemudian, aku melepaskan cincin dari jariku dan meminta kepada Yesus untuk memandang cincin itu, yakni tanda kesatuan abadi kami, dan aku mencurahkan kepada Yesus perasaan-perasaan yang memenuhi hatiku pada hari kaul kekal. Tidak alama kemudian, aku merasa diriku diterpa oleh gelombang cinta. Tiba-tiba rohku menjadi damai, indraku menjadi tenang, dan kehadiran Allah memenuhi jiwaku. Aku hanya tahu satu hal ini: inilah Yesus dan aku. Aku melihat Dia persis seperti ketika Ia menampakkan diri kepadaku tidak lama sesudah kaul kekalku ketika aku melaksanakan Jam Kudus seperti ini. Tiba-tiba Yesus berdiri di depanku, dengan jubah terbuka, seluruh tubuh-Nya penuh dengan luka, mata-Nya mengucurkan air mata dan darah, wajah-Nya kotor dan penuh dengan ludah. Kemudian Tuhan berkata kepadaku.

“Mempelai perempuan harus menyerupai Mempelai laki-laki.”

Aku sungguh-sungguh memahami kata-kata ini. Aku harus menyerupai Yesus dalam penderitaan dan kehinaan.

“Perhatikan apa yang sudah dilakukan jiwa-jiwa manusia terhadap-Ku, hai Putri-Ku. Dalam hatimu, Aku menemukan segala sesuatu yang tidak Kutemukan dalam sejumlah besar jiwa yang menolak Aku. Hatimu adalah tempat istirahat-Ku. Aku sering menahan rahmat-rahmat yang besar sampai ke akhir doa.”

(269) 

Pernah ketika aku menyelesaikan suatu novena kepada Roh Kudus dengan ujud untuk bapak pengakuanku, Tuhan menjawab,

“Aku telah memperkenalkan dia kepadamu bahkan sebelum para superiormu mengirim engkau ke sini. Sebagaimana engkau akan bersikap terhadap bapak pengakuanmu, demikian Aku akan bersikap terhadapmu. Kalau engkau menyembunyikan sesuatu dari dia, meskipun itu yang terkecil dari rahmat-rahmat-Ku, Aku juga akan menyembunyikan diri-Ku darimu, dan engkau akan tetap sendirian.”

Maka aku mengikuti kemauan Allah, dan suatu damai yang mendalam memenuhi jiwaku. Kini, aku tahu bagaimana Tuhan membela para bapak pengakuan dan bagaimana Ia berpihak pada mereka.

Nasihat dari Pastor Dr. Sopocko.

(270) 

Tanpa kerendahan hati, kita tidak dapat berkenan di hati Allah. Laksanakanlah kerendahan hati tingkat ketiga, yakni bukan hanya dengan menahan diri untuk tidak menjelaskan atau membela diri kalau dicela karena sesuatu, tetapi dengan bersukacita karena direndahkan. Kalau hal-hal yang kamu katakan kepadaku sungguh berasal dari Allah, siapkanlah jiwamu untuk menanggung penderitaan yang berat. Kamu akan menghadapi penolakan dan penganiayaan. Mereka akan memandang kamu sebagai seorang yang histeris dan aneh, tetapi Tuhan akan melimpahkan rahmat-Nya atas kamu. Karya-karya Allah yang benar selalu mendapat tantangan dan ditandai dengan penderitaan. Kalau Allah menghendaki sesuatu terjadi, cepat atau lambat Ia akan mewujudkannya biarpun ada banyak kesulitan. Sementara itu, bagianmu adalah mempersenjatai dirimu dengan kesabaran yang besar.

(271) 

Ketika Pastor Dr. Sopocko pergi ke Tanah Suci, Pastor Dabrowski, SJ menjadi bapak pengakuan komunitas. Dalam suatu pengakuan dosaku, ia bertanya kepadaku apakah aku menyadari tingkat kehidupan [rohani] yang tinggi yang ada dalam jiwaku. Aku menjawab bahwa aku sadar akan hal itu dan tahu apa yang sedang terjadi dalam diriku. Terhadap kata-kataku ini, Pastor Dabrowski menjawab,

“Engkau tidak boleh menghancurkan suatu pun yang ada dalam jiwamu, Suster, juga tidak boleh mengubah sesuatu atas kemauan Suster sendiri. Tidak dalam setiap jiwa anugerah indah kehidupan batin yang begitu tinggi tampak jelas seperti dalam diri Suster karena anugerah itu tampak nyata dalam tingkat yang luar biasa. Waspadalah, jangan menyia-nyiakan rahmat Allah yang besar ini; .... yang besar.”

(272) 

Tetapi sebelumnya, imam ini telah banyak mengujiku. Ketika aku menceritakan kepadanya bahwa Tuhan menghendaki hal-hal ini dariku, ia menertawakan aku dan menyuruh aku datang mengaku dosa pada pukul delapan petang. Ketika aku datang pada pukul delapan, bruder sudah mengunci pintu gereja. Ketika aku mengatakan kepadanya bahwa Pastor telah menyuruh aku datang tepat pada waktu ini dan minta kepadanya untuk memberi tahu Pastor bahwa aku sudah datang, bruder yang baik itu pergi dan memberi tahu dia. Pastor itu mengatakan kepadanya untuk memberitahukan kepadaku bahwa para imam tidak mendengarkan pengakuan dosa pada jam seperti itu. Aku kembali ke rumah dengan tangan hampa dan tidak pergi mengaku dosa kepadanya lagi, tetapi aku melakukan adorasi selama satu jam penuh dan melaksanakan suatu mati raga bagi dia, supaya ia memperoleh terang dari Allah untuk mengenal jiwa-jiwa. Tetapi ketika Pastor Sopocko berangkat, dan ia menggantikannya, aku terpaksa pergi mengaku dosa kepadanya. Tetapi, kalau sebelumnya ia tidak rela mengakui bisikan-bisikan batin itu. Kadang-kadang, Allah membiarkan hal-hal seperti itu terjadi; semoga Ia dimuliakan dalam segala hal. Lagi, diperlukan banyak rahmat untuk tidak menjadi bimbang.

(273) 

10 Januari 1934. 

Retret Tahunan.

Yesusku, sekali lagi sudah dekat waktunya aku akan menyendiri bersama-Mu. Yesus, aku minta kepada-Mu dengan segenap hati, perkenankan aku tahu apa yang tidak menyenangkan Hati-Mu dalam diriku dan juga perkenankan aku tahu apa yang harus kulakukan untuk menjadi lebih berkenan di Hati-Mu. Jangan menolak perkenan ini dariku, tetapi tinggallah bersamaku. Aku tahu bahwa tanpa Engkau, Tuhan, segala usahaku tidak akan banyak artinya. Oh, betapa aku bersukacita akan keagungan-Mu, ya Tuhan! Semakin aku mengenal Engkau, semakin bernyala kerinduanku akan Dikau dan semakin merana aku mendambakan Engkau!

(274)  

Yesus memberi aku rahmat untuk mengenal diriku sendiri. Dalam terang ilahi ini aku melihat kesalahanku yang utama, yakni kesombongan yang berbentuk sikap menutup diri dan sikap tidak sederhana dalam hubunganku dengan Muder Superior.

Terang yang kedua berkaitan dengan berbicara. Kadang-kadang aku berbicara terlalu banyak. Suatu hal dapat diungkapkan dalam satu atau dua kata, tetapi aku membuang terlalu banyak waktu untuk itu. Tetapi, Yesus menghendaki aku menggunakan waktu itu untuk mengucapkan sejumlah doa singkat yang mendatangkan indulgensi bagi jiwa-jiwa di Purgatorium. Dan Tuhan berkata bahwa setiap kata akan dipertimbangkan pada hari penghakiman.

Terang ketiga berkaitan dengan peraturan. Aku belum secukupnya menghindari kesempatan-kesempatan yang menjerumuskan kepada pelanggaran peraturan, khususnya peraturan tentang silentium. Aku akan bertindak seolah-olah peraturan itu ditulis persis untuk aku; aku sama sekali tidak mau terpengaruh oleh bagaimana orang lain akan bersikap, asal aku sendiri bertindak selaras dengan keinginan Allah.

Keputusan. Apa pun yang dituntut Yesus dariku mengenai hal-hal lahiriah, aku akan langsung pergi dan menyampaikannya kepada para superiorku. Aku akan berusaha memiliki keterbukaan dan kejujuran seorang anak dalam hubungan dengan superior.

(275) 

Yesus mencintai jiwa-jiwa yang tersembunyi. Suatu bunga yang tersembunyi itu paling harum. Aku harus berusaha menjadikan lubuk jiwaku suatu tempat istirahat bagi Hati Yesus. Di saat-saat yang sulit dan menyakitkan, ya Penciptaku, aku akan melambungkan bagi-Mu madah kepercayaan karena tak terbataslah dalamnya lubuk kepercayaanku kepada-Mu dan kepada kerahiman-Mu!

(276) 

Semenjak aku mulai mencintai penderitaan, penderitaan itu tidak lagi merupakan penderitaan bagiku. Penderitaan adalah makanan harian bagi jiwaku.

(277) 

Aku tidak akan berbicara dengan orang tertentu karena aku tahu bahwa Yesus tidak menyukai hal ini dan bahwa orang itu tidak mendapat manfaat dari pembicaraan itu.

(278) 

Pada kaki Tuhan. Ya Yesus yang tersembunyi, Kekasih yang kekal, Sumber Kehidupan kami, Insan-gila ilahi, dalam arti bahwa Engkau lupa akan diri-Mu sendiri dan hanya ingat akan kami. Sebelum menciptakan langit dan bumi, Engkau menempatkan kami dalam lubuk Hati-Mu.

O Kasih, o Kedalaman perhambaan diri, o Misteri kebahagiaan, mengapa begitu sedikit orang yang mengenal Engkau? Mengapa cinta-Mu tidak dibalas?

O Kasih ilahi, mengapa Engkau menyembunyikan keindahan-Mu?

O Allah yang tak terbatas dan yang melampaui segala pengertian, semakin aku mengenal Engkau semakin kurang aku memahami Engkau; tetapi karena aku tidak dapat memahami Engkau, lebih baik aku memahami keagungan-Mu. Aku tidak cemburu terhadap api kecemerlangan para Serafim sebab aku memiliki anugerah yang lebih besar yang tersimpan di dalam hatiku. Mereka mengagumi Engkau dengan penuh pesona, tetapi Darah-Mu bercampur dengan darahku. Cinta adalah surga yang sudah diberikan kepada kami di dunia ini.

Oh, mengapa Engkau bersembunyi di balik iman? Cinta mengoyakkan selubung. Tidak ada selubung di depan mata jiwaku karena Engkau sendiri telah menarik aku ke dalam rengkuhan cinta tersembunyi yang abadi. Pujian dan kemuliaan bagi-Mu, ya Tritunggal yang Tak Terbagi, Allah Esa, sepanjang segala abad!

(279) 

Allah memberitahukan kepadaku apa itu cinta sejati dan menerangi aku tentang cara untuk, secara nyata, membuktikannya kepada-Nya. Cinta sejati kepada Allah meliputi melaksanakan kehendak Allah. Untuk menunjukkan cinta kita kepada Allah dalam apa yang kita lakukan, semua kegiatan kita, juga yang terkecil, harus mengalir dari cinta kita akan Allah. Dan Tuhan berkata kepadaku,

“Anak-Ku, Hati-Ku paling senang kalau engkau mau menderita. Baik dalam penderitaan fisik maupun penderitaan batinmu, Putri-Ku, jangan mencari simpati dari makhluk. Aku menghendaki aroma penderitaanmu murni dan tak tercemar. Aku menghendaki engkau melepaskan dirimu, tidak hanya dari ciptaan-ciptaan, tetapi juga dari dirimu sendiri. Putri-Ku, Aku ingin merasakan sukacita dalam cinta hatimu, suatu cinta yang murni, perawan, tak bercela, tak bernoda. Semakin engkau mencintai penderitaan, Putri-Ku, akan semakin murni cintamu kepada-Ku.”

(280) 

Yesus menyuruh aku merayakan Pesta Kerahiman Allah pada Minggu pertama sesudah Paskah lewat renungan batin dan mati raga jasmani. Ini kulakukan dengan mengenakan ikat pinggang selama tiga jam dan berdoa terus menerus bagi orang-orang berdosa serta memohon kerahiman ilahi bagi seluruh dunia. Dan Yesus berkata kepadaku,

“Hari ini, mata-Ku menatap rumah ini dengan senang.”

(281) 

Aku sungguh merasakan bahwa pada saat aku mati, misiku tidak akan berakhir tetapi baru akan mulai. O jiwa-jiwa yang bimbang, aku akan membuka tirai surga bagimu untuk meyakinkan kamu akan kebaikan Allah sehingga kamu tidak akan lagi terus melukai Hati Yesus yang amat manis dengan ketidakpercayaanmu. Allah adalah Kasih dan Kerahiman.

(282) 

Sekali waktu Tuhan berkata kepadaku,

“Hati-Ku terharu oleh kerahiman yang besar terhadapmu, anak-Ku yang tercinta, ketika Aku menyaksikan engkau tercabik-cabik karena rasa sakit yang engkau derita sambil menyesali dosa-dosamu. Aku menyaksikan cintamu, sedemikian murni dan tulus sehingga Aku memberimu tempat pertama di antara para perawan. Engkau adalah kehormatan dan kemuliaan untuk Sengsara-Ku. Aku melihat setiap sudut jiwamu, dan tidak ada suatu pun yang lolos dari perhatian-Ku. Aku mengangkat orang yang rendah hati bahkan sampai ke takhta-Ku sendiri sebab Aku menghendakinya demikian.”

(283) 

Allah, Esa dan Tritunggal Kudus, aku ingin mencintai Engkau melebihi setiap jiwa yang pernah mencintai Engkau sebelum ini; dan meskipun aku ini luar biasa papa dan kecil, aku telah melabuhkan jangkar kepercayaanku kuat-kuat dalam lubuk kerahiman-Mu, ya Allahku dan Penciptaku! Kendati besarnya kepapaanku, aku tidak takut akan suatu pun, tetapi berharap untuk melambungkan bagimu madah kemuliaan untuk selama-lamanya. Biarlah tidak satu jiwa pun, bahkan yang paling papa, jatuh menjadi mangsa keragu-raguan; karena selama masih hidup, setiap orang dapat menjadi seorang santo yang besar; demikianlah besarnya kuasa rahmat Allah. Asal saja kita tidak menghalangi kegiatan Allah.

(284) 

Ya Yesus, kalau saja aku dapat menjadi seperti kabut di hadapan mata-Mu, untuk menyelubungi bumi sehingga Engkau tidak akan melihat kejahatan-kejahatannya yang mengerikan. Yesus, apabila aku memandangi dunia dan sikap acuh tak acuhnya terhadap-Mu, sekali lagi dunia membuat air mata-Mu bercucuran; tetapi kalau aku melihat jiwa seorang biarawati yang dingin, hatiku mengucurkan darah.

(285) 

1934. 

Sekali waktu ketika aku kembali ke kamarku, aku sedemikian letih sehingga aku harus beristirahat sejenak sebelum aku menanggalkan jubahku, dan ketika aku sudah menanggalkan jubahku, salah seorang suster minta kepadaku untuk mengambilkan dia air panas. Meskipun letih, aku cepat-cepat mengenakan jubahku dan mengambilkan dia air yang ia kehendaki meskipun aku harus berjalan sangat jauh dari kamar ke dapur, dan harus melewati jalan berlumpur sedalam pergelangan kaki. Ketika aku masuk kembali ke kamarku, aku melihat sibori dengan Sakramen Mahakudus, dan aku mendengar suara ini,

“Ambillah sibori ini dan bawalah ke tabernakel.”

Mula-mula aku ragu-ragu, tetapi ketika aku mendekati dan menyentuhnya, aku mendengar suara ini,

“Dekatilah setiap suster dengan cinta yang sama seperti engkau mendekati Aku; dan apa pun juga yang engkau lakukan untuk mereka, engkau melakukannya untuk Aku.”

Sejenak kemudian, aku sadar bahwa aku sendirian.

(286) 

Sekali waktu, sesudah suatu adorasi untuk Tanah Air kami, suatu rasa sakit menusuk jiwaku, dan aku mulai berdoa begini,

“Yesus yang maharahim, aku mohon kepada-Mu lewat pengantaraan para kudus-Mu, khususnya lewat pengantaraan Bunda-Mu yang tercinta, yang merawat Engkau sejak masa kanak-kanak, berkatilah Tanah Airku. Aku mohon kepada-Mu, ya Yesus, jangan memandang dosa-dosa kami, tetapi pandanglah air mata anak-anak kecil, pandanglah kelaparan dan kedinginan yang mereka derita. Yesus, demi keselamatan orang-orang yang tak bersalah ini, berilah aku rahmat yang aku minta dari-Mu untuk Tanah Airku.”

Pada saat itu, aku melihat Tuhan Yesus; mata-Nya berlinang air mata, dan Ia berkata kepadaku,

“Engkau melihat, Putri-Ku, betapa besarnya belas kasihan-Ku bagi mereka. Ketahuilah bahwa merekalah yang menopang dunia ini.”

(287) 

Yesusku, ketika aku memperhatikan kehidupan jiwa-jiwa ini, aku tahu bahwa banyak dari mereka mengabdi Engkau, namun kurang percaya kepada-Mu. Pada waktu-waktu tertentu, khususnya kalau ada kesempatan untuk menunjukkan cinta mereka akan Allah, aku melihat mereka melarikan diri dari medan pertempuran. Dan pernah Yesus berkata kepadaku,

“Anak-Ku, apakah engkau juga akan bersikap seperti itu?”

Aku menjawab kepada Tuhan,

“Oh, tidak, Yesusku, aku tidak akan mundur dari medan pertempuran meskipun keringat ajal mengucur dari keningku; aku tidak akan membiarkan pedang lepas dari tanganku sampai aku beristirahat di kaki Tritunggal yang kudus!”

Apa pun juga yang kulakukan, aku tidak bersandar pada kekuatanku sendiri, tetapi pada rahmat Allah. Dengan rahmat Allah, jiwa dapat melewati kesulitan-kesulitan yang amat besar sebagai pemenang.

(288) 

Sekali peristiwa ketika aku berbicara panjang lebar dengan Yesus mengenai para siswi kami, terdorong oleh kebaikan-Nya, aku bertanya kepada-Nya,

“Apakah di antara siswi kami ada seseorang yang menyenangkan Hati-Mu?”

Tuhan menjawab [bahwa] ada,

“Tetapi cinta mereka sangat rapuh, dan karena itu Aku mempercayakan mereka ke dalam perhatian khususmu - berdoalah bagi mereka.”

Ya Allah yang agung, aku mengagumi kebaikan-Mu! Engkau adalah Tuhan bala surgawi! Meskipun demikian, Engkau merunduk sedemikian rendah kepada ciptaan-ciptaan-Mu yang papa. Oh, betapa berkobar-kobar kerinduanku untuk mencintai Engkau dengan setiap detak jantungku! Seluruh muka bumi tidak cukup bagiku, langit pun terlalu kecil, dan jagat raya tidak ada artinya; hanya Engkaulah yang cukup bagiku, ya Allah yang kekal! Hanya Engkau yang dapat memenuhi lubuk jiwaku.

(289) 

Saat-saat yang paling membahagiakan bagiku adalah ketika aku sendirian bersama Tuhanku. Dalam saat-saat seperti itu, aku mengalami keagungan Allah dan kepapaanku sendiri.

Pernah, Yesus berkata kepadaku,

“Jangan heran kalau engkau kadang-kadang dituduh secara tidak adil. Aku sendiri yang pertama meminum piala penderitaan yang tidak semestinya ini karena cinta-Ku kepadamu.”

(290) 

Pernah ketika aku sangat terharu karena memikirkan kekekalan dan misteri-misterinya, jiwaku menjadi ketakutan; dan ketika aku merenungkan hal-hal itu sedikit lebih lama, aku mulai terganggu oleh berbagai keragu-raguan. Maka Yesus berkata kepadaku,

“Anak-Ku, janganlah takut akan rumah Bapamu. Serahkanlah penyelidikan yang sia-sia ini kepada orang-orang bijak dari dunia ini. Aku ingin melihat engkau selalu sebagai seorang anak kecil. Bertanyalah kepada bapak pengakuanmu tentang segala sesuatu dengan kesederhanaan, dan Aku akan menjawabmu lewat bibirnya.”

(291) 

Pada suatu kesempatan, aku melihat seseorang hampir saja melakukan suatu dosa berat. Aku mohon kepada Tuhan untuk mengirimkan kepadaku siksaan-siksaan yang paling berat supaya jiwa itu dapat tertolong. Tiba-tiba, aku merasakan rasa sakit yang amat nyeri karena mahkota duri pada kepalaku. Hal itu berlangsung sangat lama, tetapi orang itu tetap tinggal dalam rahmat Tuhan. Ya Yesusku, betapa sangat mudahnya menjadi kudus; yang diperlukan hanyalah sebutir kemauan baik. Kalau Yesus melihat butir kecil kemauan baik ini dalam jiwa, Ia bergegas memberikan diri-Nya kepada jiwa itu, dan tidak ada suatu pun yang dapat menghentikan-Nya, entah kesalahan entah dosa - sama sekali tidak ada apa pun. Yesus siap segera menolong jiwa itu, dan kalau jiwa itu setia kepada rahmat dari Allah ini, ia dapat segera mencapai kesucian tertinggi yang mungkin dicapai oleh ciptaan di bumi ini. Allah itu amat murah hati dan tidak menolak menganugerahkan rahmat-Nya kepada sesiapa pun. Sungguh, Ia memberi lebih banyak daripada yang kita minta dari Dia. Kesetiaan kepada bisikan-bisikan Roh Kudus - itulah jalan paling pendek untuk menjadi suci.

(292) 

Apabila suatu jiwa mencintai Allah dengan tulus, ia tidak boleh takut akan suatu pun dalam kehidupan rohani. Biarlah ia menundukkan diri sepenuhnya kepada pengaruh rahmat, dan biarlah ia tidak memasang penghalang satu pun dalam menyatukan dirinya dengan Tuhan.

(293) 

Ketika Yesus menggairahkan aku dengan keindahan-Nya dan menarik aku kepada-Nya, aku melihat dalam jiwaku apa yang tidak menyenangkan Dia dan aku memutuskan untuk menghapusnya, apa pun juga tanggungannya; dan dibantu oleh rahmat Allah, seketika itu juga aku langsung menghapusnya. Kebesaran hati ini menyenangkan Tuhan, dan sejak saat itu Allah mulai memberikan rahmat-rahmat yang lebih tinggi. Dalam kehidupan batinku, aku tidak pernah timbang-menimbang; aku tidak melakukan analisis terhadap jalan-jalan di mana Roh Allah menuntun aku. Cukuplah bagiku untuk mengetahui bahwa aku dicintai dan bahwa aku mencintai. Cinta yang murni memampukan aku untuk mengenal Allah dan memahami banyak misteri. Bapak pengakuanku adalah penentu bagiku. Kata-katanya kudus bagiku - yang kumaksud adalah pembimbingku.

(294) 

Pernah, Tuhan berkata kepadaku,

“Bersikaplah seperti seorang pengemis yang ketika menerima lebih banyak derma [daripada yang ia minta], tidak berkeberatan, tetapi berterima kasih dengan lebih berapi-api. Engkau pun tidak usah berkeberatan dan berkata bahwa engkau tidak pantas menerima rahmat lebih besar ketika Aku memberikannya kepadamu. Aku tahu Engkau tidak pantas, tetapi bersukacitalah selalu dan ambillah harta dari Hati-Ku sebanyak yang dapat engkau bawa karena kemudian engkau akan lebih menyenangkan Hati-Ku. Dan Aku akan menyampaikan kepadamu satu hal lagi: Ambillah rahmat-rahmat ini bukan hanya untuk dirimu sendiri, tetapi juga untuk orang-orang lain; yakni, doronglah jiwa-jiwa yang berhubungan denganmu untuk mengandalkan kerahiman-Ku yang tak terbatas. Oh, betapa Aku mencintai jiwa-jiwa yang mengandalkan Aku sepenuhnya. Aku melakukan segala sesuatu bagi mereka.”

(295) 

Pada waktu itu Yesus bertanya kepadaku,

“Anak-Ku, bagaimana retretmu berlangsung?”

Aku menjawab

“Ah, Yesus, Engkau tahu bagaimana retret itu berlangsung.”

“Memang, Aku tahu, tetapi Aku ingin mendengarnya dari bibirmu sendiri dan dari batinmu.”

“Ya Guruku, karena Engkau menuntun aku, segala sesuatu berjalan dengan mulus, dan aku minta kepada-Mu, Tuhan, jangan pernah meninggalkan aku.”

Dan Yesus berkata,

“Ya, Aku akan selalu menyertai engkau, kalau engkau selalu bersikap sebagai seorang anak kecil dan tidak takut akan suatu pun. Sebagaimana Aku menjadi awal bagimu di sini, demikian juga Aku akan menjadi tujuan akhirmu. Jangan mengandalkan ciptaan-ciptaan, bahkan dalam hal-hal yang paling kecil sebab hal ini tidak berkenan di Hati-Ku. Aku ingin sendirian di dalam jiwamu. Aku akan memberikan terang dan kekuatan kepada jiwamu, dan engkau akan belajar dari wakil-Ku bahwa Aku ada di dalam dirimu, dan kebimbanganmu akan lenyap seperti kabut diterpa sinar mentari.”

(296) 

Ya kebaikan yang Tertinggi, aku ingin mencintai Engkau melebihi semua orang di bumi yang pernah mencintai Engkau sebelum aku! Aku ingin menyembah Engkau setiap saat dalam hidupku dan menyatukan kehendakku seerat mungkin dengan kehendak-Mu yang kudus. Hidupku tidak menjemukan atau membosankan, tetapi bervariasi seperti suatu taman bunga yang harum sehingga aku tidak tahu bunga mana yang harus dipetik lebih dulu, bakung penderitaan atau mawar cinta sesama atau violet kerendahan hati. Aku tidak akan menghitung harta yang memenuhi setiap hariku ini. Sungguh suatu karunia besar untuk mengetahui bagaimana menggunakan saat sekarang.

(297) 

Yesus, Terang yang Mahaluhur, berikanlah kepadaku rahmat untuk mengenal diriku sendiri, tembuslah kegelapan jiwaku dengan terang-Mu, dan penuhilah lubuk jiwaku dengan Engkau sendiri sebab hanya Engkaulah [...]

(298) 

Ya Yesusku, Kehidupan, Jalan, dan Kebenaran, aku mohon kepada-Mu untuk membuat aku tetap dekat dengan Dikau seperti seorang ibu mendekap seorang bayi ke dadanya karena aku ini tidak hanya seorang anak yang tak terdaya, tetapi seonggok kepapaan dan kehampaan.

(299) 

Misteri Jiwa. 

Vilnius 1934.

Pada suatu hari, bapak pengakuan menyuruh aku menanyakan kepada Tuhan Yesus makna dari dua sinar yang ada di dalam gambar. Ketika itu, aku menjawab,

“Baik, aku akan menanyakannya kepada Tuhan.”

Dalam doa, aku mendengar suara ini dari dalam diriku:

“Kedua sinar itu melambangkan darah dan air. Sinar pucat melambangkan air yang menguduskan jiwa-jiwa. Sinar merah melambangkan darah yang memberikan kehidupan kepada jiwa-jiwa.” 

“Kedua sinar itu memancar dari lubuk kerahiman-Ku ketika Hati-Ku yang berada dalam sakratulmaut di salib dibuka dengan tombak. Sinar-sinar itu melindungi jiwa-jiwa terhadap murka Bapa-Ku.”

“Berbahagialah orang yang bernaung dalam kedua sinar ini karena tangan Allah yang adil tidak akan menyentuhnya! Aku ingin supaya hari Minggu pertama sesudah Paskah menjadi Pesta Kerahiman.”

(300) “Mintalah kepada abdi-Ku yang setia supaya pada hari ini, ia memaklumkan kerahiman-Ku yang besar ke seluruh dunia. Barangsiapa, pada hari ini, menghampiri Sumber Kehidupan ini, ia akan menerima pengampunan penuh atas dosa-dosanya dan dibebaskan dari hukuman.”

“Umat manusia tidak akan menikmati damai sebelum berpaling dengan penuh kepercayaan kepada kerahiman-Ku.”

“O, betapa Hati-Ku terluka karena adanya jiwa yang tidak percaya. Jiwa seperti itu mengakui bahwa Aku ini kudus dan adil, tetapi tidak percaya bahwa Aku adalah Sang Kerahiman. Ia tidak percaya akan kebaikan-Ku. Roh-roh jahat pun memuji keadilan-Ku tetapi tidak percaya akan kebaikan-Ku.”

“Hati-Ku bersukacita karena dijuluki Sang Kerahiman.”

 


Kerahiman Ilahi dalam Jiwaku

Kerahiman Ilahi dalam Jiwaku (Audio)

Refleksi Harian Kerahiman Ilahi