-->

Catatan Harian St.Faustina: 451 - 521

 


KERAHIMAN ILAHI DALAM JIWAKU

Buku Catatan Harian Abdi Allah

Santa Maria Faustina Kowalska

anggota Kaul Kekal dari

Kongregasi Santa Perawan Maria Berbelas Kasih

 

Buku 1

Catatan Harian : 451 - 521

 

(451) 

Pernah, sesudah komuni kudus, aku mendengar kata-kata ini, 

“Engkau adalah tempat kediaman Kami.” 

Pada saat itu, aku merasakan dalam jiwaku kehadiran Tritunggal Kudus, Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Aku merasa bahwa aku adalah bait Allah. Aku merasa bahwa aku adalah anak Bapa. Aku tidak dapat menjelaskan semua ini, tetapi rohku memahaminya dengan baik. O Kebaikan yang tak terbatas, betapa rendahnya Engkau merunduk kepada ciptaan-Mu yang papa ini! 

(452) 

Seandainya jiwa-jiwa mau mengheningkan diri, pada saat itu juga Allah akan berbicara kepada mereka karena hiruk pikuk akan menghalangi kata-kata Tuhan. 

(453) 

Pada suatu kesempatan, Tuhan berkata kepadaku, 

“Mengapa engkau ketakutan dan mengapa engkau gemetar ketika bersatu dengan Aku? Aku tidak senang kalau suatu jiwa dikuasai oleh ketakutan yang sia-sia. Siapa yang akan berani menyentuh engkau kalau engkau bersama Aku? Yang paling menyenangkan Hati-Ku adalah jiwa yang dengan teguh percaya akan kebaikan-Ku dan sepenuhnya mengandalkan Aku. Aku menumpahkan kepercayaan-Ku padanya dan memberikan kepadanya semua yang ia minta.” 

(454) 

Pernah, Tuhan berkata kepadaku, 

“Putri-Ku, ambillah rahmat yang ditolak oleh orang-orang lain; ambillah sebanyak yang dapat engkau bawa.” 

Pada saat itu, jiwaku dibanjiri dengan kasih Allah. Aku merasakan bahwa aku disatukan dengan Tuhan sedemikian erat sehingga aku tidak dapat menemukan kata-kata untuk mengungkapkan dengan tepat kesatuan itu. Dalam keadaan itu, tiba-tiba aku merasa bahwa segala sesuatu yang dimiliki Allah, segala harta dan kekayaan, menjadi milikku meskipun aku tidak begitu memperhatikannya sebab Allah sendiri cukuplah bagiku. Dalam Dia, aku melihat segala sesuatu yang kumiliki; di luar - tidak ada sesuatu pun. 

Aku tidak mencari kebahagiaan di luar batinku sendiri karena di sinilah Allah bersemayam. Aku bersukacita bahwa Allah bersemayam di dalam diriku; di sini aku senantiasa tinggal bersama Dia; di sinilah aku mengalami hubungan yang paling mesra dengan Dia; di sini aku merasa aman karena tinggal bersama-Nya; inilah tempat yang tidak dilihat oleh mata insani. Perawan Tersuci mendorong aku untuk bersatu dengan Allah dengan cara ini. 

(455) 

Ketika sejumlah penderitaan menimpaku, penderitaan itu tidak lagi mendatangkan kepedihan apa pun dalam diriku, juga tidak melenyapkan penghiburan-penghiburan dariku. Hatiku penuh dengan damai dan ketenangan yang mengalir dari pengenalan akan kebenaran. 

Bagaimana hidup yang dikerumuni oleh hati yang tidak bersahabat dapat mendatangkan gangguan kepadaku kalau jiwaku penuh dengan kebahagiaan? Atau sebaliknya, dengan dikerumuni oleh hati yang bersahabat, bagaimana aku dapat tertolong kalau aku tidak memiliki Allah di dalam diriku? Kalau Allah tinggal di dalam diriku, siapa dapat merugikan aku? 

(456)

Vilnius, 12 Agustus 1935. 

Retret Tiga Hari. 

Pada malam pembukaan retret ketika mendengarkan butir-butir renungan, aku mendengar suara ini, 

“Dalam retret ini, Aku akan berbicara kepadamu lewat mulut imam ini untuk menguatkan dan meyakinkan engkau tentang kebenaran dari kata-kata yang Kusampaikan kepadamu di dalam lubuk jiwamu. Meskipun retret ini untuk semua suster, Aku memperhatikan engkau secara khusus di dalam ingatan-Ku sebab Aku ingin menguatkan engkau dan membuat engkau tidak takut di tengah semua penderitaan yang membentang di depan. Oleh karena itu, dengarkanlah sungguh-sungguh kata-kata imam ini dan renungkanlah di dalam lubuk jiwamu.” 

(457) 

Oh, betapa heran aku sebab segala sesuatu yang dikatakan imam mengenai kesatuan dengan Allah dan rintangan-rintangan terhadap kesatuan itu telah kualami secara harfiah di dalam jiwaku dalam lubuk jiwaku. Kesempurnaan ialah kesatuan mesra dengan Allah. 

(458) 

Dalam renungan pukul sepuluh, imam berbicara tentang Kerahiman Ilahi dan tentang kebaikan Allah kepada kita. Ia berkata bahwa kalau kita menyusuri sejarah umat manusia, kita dapat melihat kebaikan besar Alah pada setiap tahap. Semua sifat Allah, seperti mahakuasa dan bijaksana, dimaksudkan untuk menyatakan kepada kita sifat-sifat Allah yang paling agung, yakni kebaikan-Nya; kebaikan Allah adalah sifat Allah yang paling besar. Tetapi, banyak jiwa yang berusaha mengejar kesempurnaan tidak menyadari kebaikan Allah yang besar ini. Segala sesuatu yang dikatakan imam selama renungan tentang kebaikan Alah, tepat seperti yang telah dikatakan Yesus kepadaku mengenai Pesta Kerahiman. Kini, aku sungguh memahami dengan jelas apa yang telah dijanjikan Tuhan kepadaku, dan aku tidak lagi ragu-ragu sedikit pun. Bahasa Allah sungguh jelas dan mudah difahami. 

(459) 

Sepanjang seluruh renungan, aku melihat Tuhan Yesus pada altar. Ia mengenakan pakaian putih, tangan-Nya memegang buku catatan tempat aku menulis semua hal ini. Sepanjang seluruh renungan, Yesus terus membuka halaman-halaman buku catatan itu dan tinggal diam; tetapi, hatiku tidak mampu menahan api yang bernyala-nyala di dalam jiwaku. Aku berusaha sungguh-sungguh dengan sekuat kehendakku untuk mengendalikan diri dan tidak membiarkan orang lain mengetahui apa yang sedang terjadi di dalam jiwaku. Tetapi, menjelang akhir renungan, aku merasa bahwa aku sama sekali tidak mampu mengendalikan diri. Kemudian Yesus berkata kepadaku, 

“Engkau belum menulis segala sesuatu di dalam buku catatan tentang kebaikan-Ku kepada umat manusia; Aku ingin supaya engkau tidak menghilangkan suatu pun; Aku ingin agar hatimu bertumpu kuat dalam kedamaian.” 

(460) 

Ya Yesus, jantungku serasa berhenti berdenyut ketika aku memikirkan  semua yang Kaulakukan bagiku! Aku heran akan Dikau, Tuhan, mengapa Engkau membungkuk begitu rendah kepada jiwaku yang jahat! Sungguh tak terselami sara-sarana yang Kaupakai untuk menyakinkan aku! 

(461) 

Inilah pertama kalinya dalam hidupku aku melakukan retret seperti ini. Secara istimewa dan dengan sangat jelas, aku memahami setiap kata yang diucapkan imam karena aku telah lebih dulu mengalami semua itu di dalam jiwaku. Kini, aku sungguh-sungguh menyadari bahwa 

Yesus tidak akan membiarkan setiap jiwa yang mengasihi Dia dengan tulus berada dalam ketidakpastian. 

Yesus ingin agar jiwa yang bersatu erat dengan-Nya dipenuhi dengan damai, meskipun jiwa itu mengalami banyak penderitaan dan kepedihan. 

(462) 

Kini, aku memahami dengan baik bahwa yang paling erat menyatukan jiwa kita dengan Allah adalah penyangkalan diri; artinya, memadukan kehendak kita dengan kehendak Allah. Inilah yang membuat jiwa sungguh bebas; inilah yang mampu menciptakan permenungan roh yang mendalam, dan ini pulalah yang membuat semua beban hidup menjadi ringan, dan kematian menjadi manis. 

(463) 

Yesus memberitahukan kepadaku bahwa kalau aku ragu-ragu mengenai Pesta Kerahiman dan pendirian Kongregasi itu – 

“Atau mengenai semua hal lain yang sudah Aku katakan dalam lubuk jiwamu, maka akan segera Kujawab lewat mulut imam ini.” 

(464) 

Dalam renungan tentang kerendahan hati, keragu-raguan lama muncul kembali, yakni bahwa suatu jiwa yang papa seperti jiwaku tidak akan ampu melaksanakan tugas yang telah dituntut Tuhan. Sementara aku menganalisis keragu-raguan ini, imam yang memimpin retret menyela alur permenungannya dan berbicara  mengenai satu hal persis yang sedang aku ragukan; yakni bahwa Allah biasanya memilih jiwa yang paling lemah dan paling sederhana sebagai alat untuk karya-karya-Nya yang paling besar; kita dapat melihat bahwa ini merupakan kebenaran yang tidak dapat disangkal kalau kita memperhatikan orang-orang yang dipilih Allah menjadi Rasul-rasul-Nya; atau lagi, kalau kita menyimak sejarah Gereja dan menyaksikan betapa karya-karya besar dilakukan oleh jiwa-jiwa yang paling tidak mampu melaksanakannya; sebab hanya dengan cara inilah karya-karya Allah dinyatakan sebagaimana adanya, yakni sebagai karya Allah. Ketika keragu-raguanku sama sekali menghilang, imam itu kembali ke tema konferensinya tentang kerendahan hati. 

Yesus berdiri di altar, seperti biasa Ia lakukan dalam setiap konferensi, dan tidak berkata apa-apa kepadaku, tetapi tatapan mata-Nya yang ramah menembus jiwaku yang papa yang kini tidak lagi memiliki satu dalih apa pun. 

(465) 

Yesus, Kehidupanku, aku merasakan dengan baik bahwa Engkau sendiri sedang mengubah diriku menjadi diri-Mu, di dalam relung jiwaku tempat indra tidak lagi mampu menangkap banyak. Ya, Juru Selamatku, sembunyikanlah aku sepenuhnya dalam lubuk Hati-Mu dan lindungilah aku dengan sinar-Mu terhadap segala sesuatu yang bukan Engkau. Aku mohon kepada-Mu, ya Yesus, biarlah kedua sinar yang telah memancar dari Hati-Mu yang maharahim itu terus menerus menyegarkan jiwaku. 

(466) 

Saat Pengakuan Dosa. 

Bapak pengakuanku bertanya kepadaku apakah pada saat ini Yesus ada di sini dan apakah aku dapat melihat-Nya. 

“Ya, Ia ada di sini, dan aku dapat melihat-Nya.” 

Kemudian, ia menyuruh aku bertanya kepada Yesus mengenai orang-orang tertentu. Yesus tidak menjawab aku, tetapi memandang dia. Tetapi, sesudah pengakuan dosa ketika aku mendaras doa penitensi, Yesus berbicara sebagai berikut, 

“Pergilah dan hiburlah dia atas nama-Ku.” 

Tanpa memahami makna kata-kata ini, serta merta aku mengulangi kepadanya kata-kata yang telah diucapkan Yesus untuk kulakukan. 

(467) 

Selama seluruh retret, aku berada dalam persekutuan yang tak terputus dengan Yesus dan dengan segenap kekuatan hatiku aku menjalin hubungan yang mesra dengan Dia. 

(468) 

Hari pembaruan kaul. Pada awal misa kudus, aku melihat Yesus seperti biasanya. Ia memberkati kami dan kemudian masuk ke dalam tabernakel. Kemudian, aku melihat Bunda Allah dalam pakaian putih dan mantol biru, dengan kedua tangannya terbuka. Dari altar, ia menghampiri aku, menyentuh aku dengan kedua tangannya, dan menundungi aku dengan mantolnya sambil berkata, 

“Persembahkanlah kaul-kaul ini untuk Polandia. Berdoalah untuknya.”

(469)

15 Agustus. 

Pada hari yang sama, malam hari, aku merasakan dalam jiwaku kerinduan yang besar akan Allah. Pada saat itu aku tidak melihat Dia dengan mata tubuhku seperti yang aku alami pada kesempatan-kesempatan sebelumnya, tetapi aku merasakan kehadiran-Nya meskipun tidak memahaminya. Hal ini membangkitkan dalam diriku kerinduan dan siksaan yang tak dapat kulukiskan dengan kata-kata. Aku merasakan sakratulmaut karena kerinduan untuk bersatu dengan Dia, untuk tenggelam dalam Dia selama-lamanya. Dengan segenap tenaganya, rohku menuju kepada-Nya; tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang dapat menghiburku. O Kasih Abadi, kini aku mengerti betapa mesra hubungan jiwaku dengan-Mu! Karena tidak ada sesuatu lain yang dapat memuaskan aku di surga atau di bumi selain Engkau, ya Allahku; dalam Dikau jiwaku terbenam. 

(470) 

Pada suatu petang, dari kamarku aku menengadah ke langit dan melihat bulan serta bintang-bintang indah yang bertaburan di cakrawala. Ketiak itu suatu api kasih yang tak terselami, yakni api kasih akan Pencipta-Ku, meletup di dalam jiwaku dan karena tak mampu menahan kerinduan akan Dia yang muncul di dalam jiwaku, aku jatuh tertelungkup, sambil merendahkan diriku ke tanah. Aku memuliakan Allah karena segala karya-Nya dan ketika hatiku tidak lagi mampu menahan apa yang terjadi di dalamnya, aku menangis keras. Kemudian, Malaikat Pelindungku menyentuh aku dan berkata kepadaku sebagai berikut, 

“Tuhan memerintahkan aku untuk memberitahukan kepadamu supaya engkau bangkit dari lantai.” 

Aku langsung bangkit, tetapi tidak meraskan penghiburan di dalam jiwaku. Kerinduan akan Allah bahkan menjadi semakin kuat di dalam diriku. 

(471) 

Pada suatu hari ketika aku sedang melaksanakan adorasi dan rohku merasa rindu setengah mati akan Dia, dan aku tidak lagi dapat menahan air mataku, aku melihat suatu roh yang indah laur biasa, yang mengucapkan kata-kata ini kepadaku, 

“Jangan menangis - kata Tuhan.” 

Sesaat kemudian aku bertanya, 

“Siapa engkau?” 

Ia menjawab, 

“Aku adalah salah satu dari ketujuh roh yang berdiri di hadapan takhta Allah siang dan malam, yang memuji Dia tanpa henti.” 

Tetapi roh ini tidak dapat meredakan kerinduanku, malah membuatnya menjadi semakin merindukan Allah. Roh ini sangat indah, dan keindahannya muncul dari kesatuan eratnya dengan Allah. Roh ini tidak meninggalkan aku sedetik pun, tetapi menemani aku di mana saja. 

(472) 

Pada hari berikutnya, dalam misa kudus, sebelum pengakngkatan Hosti dalam Dia Syukur Agung, roh ini mulai melagukan kata-kata ini, 

“Kudus, Kudus, Kudus.” 

Suaranya seperti suara seribu makhluk; sama sekali mustahil untuk merumuskannya dengan kata-kata. Tiba-tiba rohku berpadu dengan Allah, dan pada saat itu juga aku melihat keagungan dan kekudusan Allah yang tak terselami dan, pada saat yang sama, aku menyadari kehampaan diriku sendiri. 

Lebih jelas daripada kapan pun sebelumnya, aku mengenal Ketiga Pribadi Ilahi: Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Tetapi, keberadaan mereka, sifat mereka, dan keagungan mereka adalah satu. Jiwaku bersatu dengan ketiga Pribadi ini; tetapi aku tidak tahu bagaimana mengungkapkannya dengan kata-kata; namun jiwaku mamahaminya dengan baik. Barangsiapa bersatu dengan Satu dari Ketiga Pribadi ilahi, ia bersatu dengan seluruh Tritunggal Mahakudus karena Keesaan ini tidak terpisahkan. Penglihatan ini, atau lebih tepat, pemahaman ini memenuhi jiwaku dengan kebahagiaan yang tak terbayangkan sebab Allah sedemian besar. Apa yang kulukiskan tidak dapat kulihat dengan mata indrawi, seperti pada kesempatan-kesempatan sebelumnya, tetapi murni secara batin, murni secara rohani, sama sekali bebas dari indra. Peristiwa ini berlangsung sampai akhir misa kudus. 

Peristwa ini sekarang sering terjadi padaku, dan tidak hanya di kapel, tetapi juga di tempat kerja, dan kadang-kadang terjadi ketika aku tidak begitu mengharapkannya. 

(473) 

Ketika bapa pengakuanku pergi, aku mengaku dosa kepada Uskup Agung. Ketika aku mengungkapkan pengalaman jiwaku kepadanya, aku mendapat jawaban ini, 

“Putriku, persenjatailah dirimu dengan kesabaran yang besar; kalau hal-hal ini datang dari Allah, cepat atau lambat akan terlaksana. Maka tenangkanlah hatimu. Dalam masalah ini, aku memahami engkau sepenuhnya, Putriku. Dan sekarang mengenai gagasanmu untuk meninggalkan Kongregasi dan mendirikan suatu Kongregasi lain, jangan menuruti gagasan-gagasan seperti itu karena ini bisa menjadi suatu godaan batin yang serius.” 

Sesudah pengakuan dosa ini, aku berkata kepada Tuhan Yesus, 

“Mengapa Engkau menyuruh aku melaksanakan hal-hal yang sedemikian tetapi tidak membuka kemungkinan untuk melaksanakannya?” 

Kemudian, sesudah komuni kudus, aku melihat Tuhan Yesus di kapel kecil yang sama tempat aku pergi mengaku dosa. Ia menampakkan diri dengan cara yang sama sebagaimana dilukis dalam gambar [Kerahiman Ilahi] itu. Tuhan berkata kepadaku, 

“Jangan bersedih. Aku akan membuat dia memahami hal-hal yang Aku minta darimu.” 

Ketika kami keluar, Uskup Agung tampak sangat sibuk, tetapi ia menyuruh kami kembali dan menunggu sebentar. Ketika kami masuk ke kapel lagi, aku mendengar suara ini dalam jiwaku, 

“Beri tahukan kepadanya apa yang telah engkau lihat di kapel ini.” 

Pada saat itu juga Uskup Agung masuk dan bertanya apakah kami memiliki sesuatu untuk disampaikan kepadanya. Tetapi, meskipun telah diperintahkan Tuhan untuk mengatakan kepadanya, aku tidak dapat mengatakannya sebab ada suster lain bersamaku. 

Satu nasihat lagi aku terima dari pengakuan dosa itu, 

“Memperoleh kerahiman bagi dunia adalah gagasan yang besar dan indah. Banyaklah berdoa, Suster, mohonlah kerahiman bagi para pendosa, tetapi lakukanlah itu dalam biaramu sendiri.” 

(474) 

Hari berikutnya, 

Jumat, 13 September 1935. 

Pada malam hari ketika aku berada di dalam kamar, aku melihat malaikat, pelaksana murka ilahi. Ia mengenakan pakaian yang menyilaukan, wajahnya sangat cemerlang, di bawah kakinya ada segugus awan. Dari awan itu, ledakan petir dan halilintar meluncur ke arah tangannya; dan dari tangan ini, petir serta halilintar itu keluar, dan kemudian menyambar bumi. Ketika aku menyaksikan tanda murka ilahi yang siap menyambar bumi ini, dan khususnya suatu tempat tertentu, yang karena alasan-alasan yang tepat tidak dapat kusebut namanya, aku mulai memohon kepada malaikat itu untuk menangguhkannya sejenak, dan dunia akan menyesal. Tetapi, permohonanku hampir tak ada artinya terhadap murka ilahi. Sesaat kemudian aku melihat Tritunggal yang mahakudus. Kuasa keangungan-Nya menembus jiwaku dalam-dalam, dan aku tidak berani mengulangi permohonanku. Pada saat itu juga aku merasakan dalam jiwaku kuasa rahmat Yesus, yang ada dalam jiwaku. Ketika aku menyadari rahmat ini, serta merta aku direnggut ke hadapan takhta Allah. Oh, betapa besarnya Tuhan dan Allah kita, dan betapa tak terselami kekudusan-Nya. Aku tidak akan mencoba melukiskan keagungan ini sebab kelak kita semua akan melihat Dia seperti ada-Nya. Aku mulai mengajukan pembelaan kepada Allah untuk dunia dengan kata-kata yang didengar dalam hati. 

(475) 

Ketika aku berdoa dengan cara ini, aku melihat ketidakmampuan sang malaikat: ia tidak mampu melaksanakan hukuman adil yang setimpal dengan dosa-dosa itu. Belum pernah sebelumnya aku berdoa dengan kekuatan batin seperti yang kulakukan waktu itu. 

Kata-kata yang kuucapkan dalam permohonan kepada Allah adalah seperti berikut, 

“Bapa yang kekal, kupersembahkan kepada-Mu Tubuh dan Darah, Jiwa dan Ke-Allah-an Putra-Mu yang terkasih, Tuhan kami Yesus Kristus, demi dosa kami dan dosa seluruh dunia; demi sengsara-Nya yang pedih, tunjukkanlah belas kasih-Mu kepada kami.” 

(476) 

Keesokan harinya ketika aku memasuki kapel, aku mendengar suara ini dari dalam hati, 

“Setiap kali engkau memasuki kapel, langsung daraslah doa yang Kuajarkan kepadamu kemarin.” 

Sesudah aku mengucapkan doa itu, dalam jiwaku aku mendengar suara ini, 

“Doa ini akan meredakan murka-Ku. Engkau harus mendaraskannya selama sembilan hari, dengan menggunakan rosario, dengan cara berikut: 

Pertama-tama, ucapkanlah satu kali ‘Bapa Kami’, satu kali ‘Salam Maria’, dan ‘Aku Percaya’.

Kemudian, pada manik-manik Bapa Kami ucapkanlah kata-kata berikut: ‘Bapa yang kekal, kupersembahkan kepada-Mu Tubuh dan Darah, Jiwa dan Ke-Allah-an Putra-Mu yang terkasih, Tuhan kami Yesus Kristus, sebagai pendamaian untuk dosa kami dan dosa seluruh dunia’.

Pada manik-manik Salam Maria ucapkanlah kata-kata berikut: ‘Demi sengsara Yesus yang pedih, tunjukkanlah belas kasih-Mu kepada kami dan seluruh dunia’.

Dan sebagai penutup, daraslah tiga kali kata-kata berikut: ‘Allah yang Kudus, Kudus dan Berkuasa, Kudus dan Kekal, kasihanilah kami dan seluruh dunia.” 

(477) 

Keheningan itu ibarat pedang dalam pertempuran rohani. Jiwa yang banyak bicara tidak pernah akan mencapai kesucian. Pedang keheningan akan membabat segala sesuatu yang akan melekat pada jiwa. Kita terlalu peka terhadap kata-kata dan ingin cepat-cepat menanggapinya, tanpa mempertimbangkan sedikit pun apakah yang akan kita katakan itu adalah kehendak Allah. Jiwa yang hening itu kuat; tidak ada hambatan yang akan merugikannya asalakan ia tetap bertahan dalam keheningan. Jiwa yang hening mampu menyatukan diri secara paling mesra dengan Allah. Hampir selalu, ia hidup di bawah ilham Roh Kudus. Dalam jiwa yang hening, Allah bekerja tanpa rintangan. 

(478) 

Ya Yesusku, aku tahu, hanya Engkau yang mengenal dengan baik bahwa hatiku tidak memiliki cinta lain kecuali cinta akan Dikau! Seluruh cinta perawanku untuk selamanya terbenam dalam diri-Mu, ya Yesus! Dengan jelas aku merasakan bagaimana Darah ilahi-Mu mengalir di dalam hatiku; aku tidak mempunyai keragu-raguan sedikit pun bahwa cinta-Mu yang paling murni telah memasuki hatiku dengan Darah-Mu yang paling kudus. Aku sadar bahwa Engkau tinggal di dalam diriku, bersama dengan Bapa dan Roh Kudus, atau lebih tepat: aku sadar bahwa akulah yang hidup dalam Engkau, ya Allah yang tak terselami! Aku sadar bahwa aku lebur di dalam Engkau laksana setetes air di dalam samudra. Aku sadar bahwa Engkau ada di luar dan di dalam diriku dan sungguh bahwa Engkau ada dalam segala sesuatu yang mengelilingi aku, dalam segala sesuatu yang terjadi atasku. Ya Allahku, aku sudah mengenal Engkau di dalam hatiku, dan aku telah mengasihi Engkau di atas segala sesuatu yang ada di bumi dan di surga. Hati kita saling memahami, dan tak seorang pun dari antara umat manusia akan memahaminya. 

(479) 

Dalam pengakuan dosaku yang kedua kepada Uskup Agung. Secara batin, aku sudah dipersatukan dengan Allah. Kehadiran-Nya merasuki diriku sampai ke lubuk hatiku dan memenuhi aku dengan damai, sukacita dan pesona. Sesudah berdoa sejenak, aku dipenuhi dengan kekuatan dan keberanian yang luar biasa untuk menderita dan bertempur. Tidak ada suatu pun yang menggentarkan aku, juga kalaupun seluruh dunia berbalik menyerang aku. Segala penderitaan hanya menyentuh permukaan, tetapi mereka tidak mampu menemukan jalan masuk ke lubuk hatiku sebab Allah, yang menguatkan aku, yang memenuhi diriku, bersemayam di sana. Semua jerat musuh dihancurkan pada tumpuan kaki-Nya. Dalam saat perpaduan ini, Allah menopang aku dengan kekuatan-Nya. Kekuatan-Nya tersalur kepadaku dan membuat aku mampu mengasihi Dia. Dengan kekuatannya sendiri, jiwa tidak pernah mencapai keadaan ini. Pada awal rahmat batin ini, aku dipenuhi dengan ketakutan, dan aku mulai menyerah kepadanya; tetapi dengan amat cepat, Tuhan membuat aku sadar bahwa hal ini sangat tidak berkenan di hati-Nya. Dan Dia jugalah, Dia sendiri, yang membuat ketakutanku mereda. 

(480) 29 September. 

Pesta Santo Mikael Malaikat Agung 

Secara batin, aku sudah dipersatukan dengan Allah. Kehadiran-Nya merasuki diriku sampai kelubuk hatiku dan memenuhi aku dengan damai sukacita dan pesona. Sesudah berdoa sejenak aku dipenuhi dengan kekuatan dan keberanian yang luar biasa untuk menderita dan bertempur. Tidak ada suatupun yang menggentarkan aku, juga kalaupun seluruh dunia berbalik menyerang aku. Segala penderitaan hanya menyentuh permukaan, tetapi mereka tidak mampu menemukan jalan masuk kelubuk hatiku sebab Allah, yang menguatkan aku, yang memenuhi diriku, bersemayam disana. Semua jerat musuh dihancurkan pada tumpuan kaki-Nya. Dalam saat perpaduan ini, Allah menopang aku dengan kekuatan-Nya. Kekuatan-Nya tersalur kepadaku dan membuat aku mampu mengasihi Dia. Dengan kekuatannya sendiri, jiwa tidak pernah mencapai keadaan ini. Pada awal rahmat batin ini, aku dipenuhi dengan ketakutan, dan aku mulai menyerah kepadanya, tetapi dengan amat cepat, Tuhan membuat aku sadar bahwa hal ini sangat tidak berkenan di hati-Nya. Dan Dia jugalah, Dia sendiri, yang membuat ketakutanku mereda. 

(481) 

Hampir setiap pesta Gereja memperdalam pengetahuanku tentang Allah dan memberikan rahmat istimewa kepadaku. Oleh karena itu, untuk setiap pesta, aku selalu mempersiapkan diir sungguh-sungguh dan menyatukan diri erat-erat dengan roh Gereja. O, betapa menyenangkan menjadi anak Gereja yang setia! O, betapa aku mencintai Gereja kudus dan semua anggotanya! Aku memandang mereka sebagai anggota yang hidup dari Kristus, yang adalah Kepalanya. Hatiku bernyala-nyala karena cinta akan mereka yang mengamalkan cinta; aku menderita bersama mereka yang menderita; tenagaku habis terserap duka ketika menyaksikan mereka yang dingin dan tak tahu terima kasih; dan kemudian aku berusaha mendapatkan cinta dari Allah yang sedemikian rupa sehingga akan mengubah hati mereka yang tidak mencintai Dia, mereka yang secara amat menyedihkan menghujani Juru Selamat mereka dengan sikap tak tahu terima kasih. 

(482) 

Ya Allahku, aku menyadari misiku dalam Gereja kudus. Adalah tugasku untuk bekerja keras terus menerus guna memohon kerahiman bagi dunia. Aku menyatukan diri erat-erat dengan Yesus dan berdiir di hadapan-Nya sebagai kurban penyilihan atas nama dunia. Allah sama sekali tidak akan menolak apa pun ketika aku memhon kepada-Nya dengan suara Putra-Nya. Pada dasarnya, kurbanku sama sekali tidak ada artinya, tetapi ketika aku menyatukannya dengan kurban Yesus Kristus, ia menjadi kurban yang penuh kuasa dan memiliki kekuatan untuk meredakan murka ilahi. Allah mengasihi kita dalam diri Putra-Nya; sengsara pedih yang ditanggung Putra Allah terus menerus menyingkirkan murka Allah. 

(483) 

Ya Allah, betapa besarnya kerinduanku agar jiwa-jiwa mulai mengenal Engkau dan menyadari bahwa Engkau telah menciptakan mereka terdorong oleh kasih-Mu yang tak terselami. Ya Pencipta dan Tuhanku, aku merasakan bahwa aku akan membuka selubung surga sehingga bumi tidak akan meragukan kebaikan-Mu. 

Buatlah aku, ya Yesus, menjadi persembahan yang murni dan berkenan di hadapan wajah Bapa-Mu. Yesus, ubahlah aku, yang papa dan penuh dosa ini, menjadi diri-Mu sendiri karena tidak ada suatu pun yang mustahil bagi-Mu dan persembahkanlah aku kepada Bapa-Mu yang kekal. Aku ingin menjadi kurban di hadapan-Mu, dan menjadi oplatek biasa bagi umat manusia. Aku ingin agar keharuman kurbanku hanya Engkau yang tahu. Ya Allah yang kekal, api permohonan yang tak terpadamkan, yang memohon kerahiman-Mu, berkobar-kobar di dalam diriku. Aku merasa dan paham bahwa inilah tugasku, di sini dan di akhirat nanti. Engkau sendiri telah menyuruh aku untuk berbicara tentang kerahiman yang agung ini dan tentang kebaikan-Mu. 

(484) 

Pada suatu kesempatan, aku memahami bahwa Allah sangat tidak berkenan akan suatu tindakan yang tidak didasari dengan maksud yang murni, betapa pun tindakan itu terpuji. Perbuatan-perbuatan seperti itu lebih membangkitkan hukuman daripada ganjaran dari Allah. Semoga perbuatan-perbuatan seperti itu sesedikit mungkin ada dalam hidup kita; sungguh, dalam hidup membiara, tindakan seperti itu hendaknya sama sekali tidak ada. 

(485) 

Baik sukacita maupun penderitaan, baik pujian maupun penghinaan, aku terima dengan keterbukaan hati yang sama. Aku sadar bahwa semua itu akan berlalu. Apa peduliku dengan apa yang dikatakan orang tentang aku? Sudah lama sekali aku membuang segala sesuatu yang menyangkut pribadiku. Namaku adalah Hosti, artinya kurban, bukan dalam perkataan tetapi dalam perbuatan - yakni dalam menghampakan diriku sendiri dan menjadi seperti Engkau di salib, Yesus yang baik, Guruku! 

(486) 

Ya Yesus, ketika Engkau datang kepadaku dalam komuni kudus, Engkau berkenan tinggal dalam surga hatiku yang kecil ini bersama dengan Bapa dan Roh Kudus. Aku akan berusaha tetap menemani Engkau sepanjang hari, dan tidak sesaat pun aku akan meninggalkan Engkau sendirian! Meskipun aku sedang bersama dengan orang lain atau dengan siswi-siswi kami, hatiku selalu bersatu dengan Dia. Ketika aku siap tidur, aku menyerahkan kepada-Nya setiap detak jantungku; ketika aku terjaga, aku membenamkan diriku di dalam Dia tanpa mengatakan sepatah kata pun. Ketika aku bangun, aku menyembah Tritunggal yang Mahakudus untuk waktu yang singkat dan bersyukur kepada Allah karena telah berkenan memberiku satu hari lagi sehingga misteri inkarnasi Putra-Nya dapat sekali lagi diulangi dalam diriku, dan sengsara-Nya yang pedih dapat diungkapkan sekali lagi di hadapan mataku. Kemudian aku berusaha agar lewat diriku, Yesus lebih mudah melintas kepada jiwa-jiwa yang lain. Aku pergi ke mana-mana bersama yesus; kediaman-Nya menyertai aku ke mana pun aku pergi. 

(487) 

Dalam penderitaan jiwa atau raga, aku berusaha tetap diam karena dengan demikian rohku beroleh kekuatan yang mengalir dari sengsara Yesus. Aku selalu melihat di hadapan mataku wajah-Nya yang memilukan, yang dianiaya dan dihancurkan; juga aku melihat Hati ilahi-Nya yang ditembus oleh dosa-dosa kami, khususnya oleh sikap tak tahu terima kasih dari jiwa-jiwa terpilih. 

(488) 

Dua kali aku ditegur untuk membuat diriku siap menghadapi penderitaan-penderitaan yang menantikan aku di Warsawa. Peringatan pertama diberikan kepadaku secara batin oleh suara yang aku dengar, dan yang kedua terjadi dalam misa kudus. Sebelum Hosti diangkat, aku melihat Tuhan Yesus di salib dan Ia berkata kepadaku, 

“Bersiaplah untuk menderita!” 

Aku bersyukur kepada Tuhan atas rahmat peringatan ini dan aku berkata kepada-Nya, 

“Sudah pasti penderitaanku tidak akan lebih berat daripada penderitaan-Mu, ya Juru Selamatku.” 

Tetapi, aku menyimpan ini dalam hatiku dan terus menguatkan hatiku lewat doa serta penderitaan-penderitaan kecil supaya ketika penderitaan yang lebih besar datang aku mampu menanggungnya. 

(489) 

19 Oktober 1935. 

Perjalanan dari Vilnius ke Krakow untuk Retret Delapan Hari. 

Pada Jumat petang, di tengah doa rosario ketika aku berpikir tentang perjalanan besok pagi dan tentang pentingnya masalah yang akan kusampaikan kepada Pastor Adrasz, ketakutan mencekam diriku karena aku menyaksikan kepapaan dan ketidakmampuanku, dan melihat keagungan karya Allah. Terhimpit oleh penderitaan ini, aku menyerahkan diriku kepada kehendak Allah. Pada saat itu, aku melihat Yesus, dalam pakaian yang cemerlang, di dekat tempat aku berlutut, Ia berkata, 

“Mengapa engkau takut untuk melakukan kehendak-Ku? Tidakkah Aku akan menolong engkau seperti yang sudah Kulakukan selama ini? Ulangilah setiap hari permintaan-Ku kepada mereka yang mewakili Aku di bumi ini, tetapi lakukanlah hanya apa yang mereka katakan kepadamu untuk dilakukan.” 

Seketika itu juga, suatu kekuatan masuk ke dalam jiwaku. 

(490) 

Keesokan harinya, aku melihat Malaikat Pelindungku, yang menemani aku sepanjang perjalanan sampai Warsawa. Ia menghilang ketika kami memasuki pintu biara. Begitu kami lewat di dekat kapel kecil dalam perjalanan untuk bersalaman pada para superior, kehadiran Allah menguasai diriku, dan Tuhan memenuhi aku dengan api kasih-Nya. Pada saat-saat seperti itu, aku selalu memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai agungnya kemuliaan Allah. 

Ketika kami mulai duduk di dalam kereta api dari Warsawa ke Krakow, sekali lagi aku melihat Malaikat Pelindungku ada di sampingku. Ia sedang tenggelam dalam doa sambil memandang Allah, dan dalam hati aku mengikuti apa yang ia lakukan. Ketika kami tiba di pintu biara, ia pun menhilang. 

(491) 

Ketika aku masuk ke kapel, sekali lagi keagungan Allah menyelimuti aku. Aku merasakan bahwa aku tenggelam di dalam Allah, sepenuhnya terbenam dalam Dia dan diresapi oleh-Nya; pada saat itu aku menyadari betapa Bapa Surgawi sangat mengasihi kami. Oh, betapa besar kebahagiaan yang memenuhi hatiku karena mengenal Allah dan kehidupan ilahi! Adalah keinginanku untuk membagikan kebahagiaan ini dengan semua orang. Aku tidak dapat menahan kebahagiaan ini terkurung di dalam hatiku sendiri saja karena nyala-Nya membakar aku dan membuat dadaku serta isi perutku terbakar habis. Aku ingin pergi ke seluruh dunia dan berbicara kepada jiwa-jiwa tentang kerahiman Allah yang besar. Para imam, tolonglah aku dalam menghadapi masalah ini; gunakan kata-kata yang paling kuat untuk memaklumkan kerahiman-Nya karena tidak ada kata yang sungguh memadai untuk mengungkapkan betapa rahimnya Dia. 

Y.M.Y. Krakow, 20 Oktober 1935. 

(492) 

Retret Delapan Hari. 

Allah yang Kekal, Sang Kebaikan, kerahiman-Mu sungguh tak terselami oleh setiap akal budi, entah akal budi manusia entah akal budi malaikat. Tolonglah aku, anak-Mu yang lemah, untuk melaksanakan kehendak kudus-Mu seperti yang Kauberitahukan kepadaku. Aku tidak menginginkan suatu pun kecuali memenuhi keinginan Allah. Tuhan, inilah jiwa dan ragaku, budi dan kehendakku, hati dan seluruh cintaku. Perintahkanlah aku menurut rencana-rencana-Mu yang kekal. 

(493) 

Sesudah komuni kudus, sekali lagi jiwaku dilimpahi kasih Allah. Aku bersukacita dalam keagngan-Nya. Di sini, aku melihat dengan jelas kehendak-Nya, yang harus kelaksanakan, dan sekaligus kelemahan serta kepapaanku sendiri; aku melihat betapa aku tidak dapat melakukan suatu pun tanpa pertolongan-Nya. 

(494) 

Hari Kedua Retret. 

Ketika aku pergi ke kamar tamu untuk bertemu dengan Pastor Andrasz, aku merasa ketakutan sebab rahasia hanya mengikat di kamar pengakuan. Ini adalah suatu ketakutan yang tak berdasar. Satu kata dari Muder Superior sudah membuat aku merasa lega mengenai hal ini. Sementara itu, ketika aku masuk ke kapel, aku mendengar suara ini di dalam jiwaku, 

“Aku ingin engkau jujur dan sederhana seperti seorang anak dengan wakil-Ku sama seperti engkau jujur dan sederhana dengan Aku; kalau tidak, Aku akan meninggalkan engkau dan tidak akan bergaul denganmu.” 

Sungguh, Allah emberiku rahmat yang banyak yakni kepercayaan yang penuh dan, sesudah percakapan, Allah memberiku rahmat damai yang mendalam serta rahmat terang mengenai semua masalah ini. 

(495) 

Yesus, Terang Abadi, terangilah budiku, kuatkanlah kehendakku, nyalakanlah hatiku dan dampingilah aku seperti yang telah Engkau janjikan sebab tanpa Engkau aku ini bukan apa-apa. Engkau tahu, ya Yesus, betapa lemahnya aku. Sebenarnya, ya Yesus, aku tidak perlu memberitahukan hal ini kepada-Mu sebab Engkau sendiri mengetahui dengan paling tepat betapa malangnya aku. Pada-Mulah bertumpu seluruh kekuatanku. 

(496) 

Hari Pengakuan. 

Sejak pagi buta, gejolak dalam jiwaku lebih keras daripada yang pernah aku alami sebelumnya. Aku merasa sama sekali ditinggalkan oleh Allah; aku merasakan bahwa aku sungguh sangat lemah. Beragam pikiran berkecamuk dalam diriku: mengapa aku harus meninggalkan biara ini; di sini aku dicintai oleh para suster dan para superior; di sini kehidupan sedemikian tenang; [di sini aku] mengikat diri dengan kaul kekal dan melaksanakan tugas-tugasku tanpa kesulitan; mengapa aku harus mendengarkan suara hatiku; mengapa aku harus mengikuti suatu ilham yang tidak kuketahui dari mana datangnya; tidakkah lebih baik melanjutkan hidupku seperti semua suster yang lain? Barangkali kata-kata Tuhan dapat diabaikan, tidak diperhatikan; barangkali Allah tidak menuntut suatu pertanggungjawaban atasnya pada hari penghakiman. Ke mana suara batin ini akan menuntun aku? Kalau aku mengikutinya, betapa besarnya kesulitan-kesulitan, kesusahan, dan penderitaan yang menghadang aku. Aku takut akan masa depan dan sekarang ini aku sangat menderita. 

Sepanjang seluruh hari, penderitaan ini tidak berkurang sedikit pun. Pada petang hari ketika aku kembali untuk mengaku dosa, aku tidak dapat menjalani pengakuan dosa secara lengkap, meskipun aku sudah mempersiapkan diri dalam waktu yang lama. Aku menerima absolusi dan pergi, tanpa mengetahui apa yang sedang terjadi kepadaku. Ketika aku pergi tidur, penderitaan bahkan menjadi semakin erat; atau lebih tepat, penderitaan itu berubah menjadi suatu api yang membakar seluruh kemampuan jiwaku seperti sambaran halilintar, yang menembus sampai ke sumsum, dan sampai ke relung hatiku yang paling rahasia. Di tengah penderitaan ini, aku tidak mampu mengerjakan suatu pun. 

“Terjadilah kehendak-Mu, ya Tuhan.” 

Kadang-kadang bahkan aku tidak dapat memikirkan kata-kata ini. Sungguh, suatu ketakutan yang luar biasa mencekam aku, dan nyala api neraka menyentuh aku. Menjelang pagi, terjadilah keheningan yang luar biasa, dan dalam sekejap mata penderitaanku lenyap, tetapi aku merasa ngeri karena kehabisan tenaga sehingga aku bahkan tidak mampu bergerak. Dalam percakapanku dengan Muder Superior, kekuatanku sedikit demi sedikit pulih kembali, tetapi hanya Allah yang tahu bagaimana perasaanku sepanjang seluruh hari itu. 

(497) 

O Kebenaran Abadi, Sang Sabda yang menjelma, yang dengan paling setia memenuhi kehendak Bapa-Mu, hari ini aku menjadi seorang martir ilham-ilham-Mu; aku tidak dapat melaksanakannya karena aku sendiri tidak memiliki kehendak sendiri meskipun secara batin aku memahami kehendak-Mu dengan jelas. Dalam segala sesuatu, aku tunduk kepada kehendak para superior dan bapak pengakuanku. 

Aku akan mengikuti kehendak-Mu sejauh kehendak-Mu mengizinkan aku melakukannya lewat wakil-Mu. Ya Yesusku, apa boleh buat, aku memberikan prioritas kepada suara Gereja di atas suara yang Kausampaikan kepadaku. 

(498) 

Sesudah Kemuni Kudus. 

Aku melihat Yesus seperti biasa, dan Ia mengucapkan kata-kata ini kepadaku, 

“Sandarkanlah kepalamu pada bahu-Ku, beristirahatlah dan pulihkanlah kekuatanmu. Aku senantiasa menyertaimu. Katakanlah kepada sahabat Hati-Ku bahwa Aku menggunakan ciptaan-ciptaan yang sedemikian rapuh untuk melaksanakan karya-Ku.” 

Tak lama kemudian, rohku dikuatkan dengan kekuatan yang ajaib. 

“Katakanlah kepadanya bahwa Aku telah membuat dia melihat kelemahanmu ketika engkau mengaku dosa untuk menunjukkan kepadanya siapa dirimu sebenarnya.” 

(499) Setiap pertempuran yang diperjuangkan dengan gigih akan mendatangkan bagiku sukacita, damai, terang, pengalaman, dan keberanian untuk menghadapi masa depan; hormat dan kemuliaan kepada Allah; akhirnya, agiku tersedia suatu ganjaran. 

Hari ini adalah Pesta Kristus Raja. 

(500) 

Dalam misa kudus, aku berdoa dengan khusyuk agar Yesus dapat menjadi Raja atas semua hati dan agar rahmat ilahi bersinar dalam setiap jiwa. Kemudian, aku melihat Yesus sebagaimana dilukiskan dalam gambar Kerahiman Ilahi, dan Ia berkata kepadaku, 

“Putri-Ku, dengan setia memenuhi keinginan-keinginan-Ku engkau memberi-Ku kemuliaan yang terbesar.” 

(501) 

Oh, betapa elok keindahan-Mu, ya Yesus Mempelaiku! Engkaulah Puspa Indah yang mengandung embun pemberi hidup bagi jiwa yang dahaga! Jiwaku membenamkan diri di dalam Dikau. Hanya Engkaulah sasaran kerinduan dan usahaku. Satukanlah aku seerat mungkin dengan diri-Mu, dengan Bapa, dan dengan Roh Kudus. Biarlah aku hidup dan mati dalam Dikau. 

(502) 

Hanya kasih yang sungguh memiliki makna; kasih membuat kegiatan-kegiatan kita yang paling kecil pun memiliki makna yang tak terbatas. 

(503) 

Yesusku, sungguh aku tidak tahu bagaimana hidup tanpa Engkau - rohku berpadu dengan roh-Mu. Tidak seorang pun dapat sungguh memahami hal ini; orang harus lebih dulu hidup dalam Dikau supaya mengenali Engkau dalam diri orang-orang lain. 

(504) 

Krakow, 25 Oktober 1935 

Keputusan-keputusan Retret 

Tidak melakukan suatu pun tanpa izin bapak pengakuan dan tanpa persetujuan para superior dalam segala hal, khususnya dalam kaitan dengan ilham dan permintaan-permintaan dari Tuhan. 

Semua waktu luangku akan aku gunakan bersama Tamu Ilahi dalam jiwaku; aku akan menjaga keheningan batin dan lahir sehingga Yesus dapat beristirahat dalam hatiku. 

Istirahatku yang paling menyenangkan adalah melayani dan mematuhi para suster, melupakan diriku sendiri, dan memikirkan bagaimana menyenangkan hati para suster. 

Aku tidak akan memberikan penjelasan untuk membela diriku sendiri atau berusaha mempertahankan diri kalau dikritik; aku akan membiarkan orang-orang lain menghakimi aku seturut kehendak mereka. 

Aku hanya memiliki satu Sahabat yang pantas dipercaya, yang kepada-Nya aku mempercayakan segala sesuatu, dan itu adalah Yesus - Ekaristi, dan wakil-Nya - bapak pengakuanku. 

Di tengah semua penderitaan, baik jasmani maupun rohani, dan juga dalam kegelapan serta kesendirian, aku akan tetap diam laksana seekor merpati, dan tidak mengeluh. 

Aku akan menghampakan diriku terus menerus di bawah kaki-Nya untuk memperoleh kerahiman bagi jiwa-jiwa yang papa. 

(505) 

Seluruh kehampaan terbenam dalam samudra kerahiman-Mu. Dengan kepercayaan seorang anak, aku menghempaskan diriku ke dalam pelukan-Mu, ya Bapa Kerahiman, untuk menjadi kurban penyilihan atas begitu banyak jiwa yang tidak percaya, yang takut untuk memercayai Engkau. Oh, betapa sedikitnya jiwa yang sungguh mengenal Engkau! Betapa bernyala-nyala keinginanku agar Pesta Kerahiman dikenal oleh jiwa-jiwa! Kerahiman adalah mahkota karya-Mu; Engkau memperlengkapi semua orang dengan kasih seorang ibu yang sangat mesra. 

(506) 

Y.M.Y. Krakow, 27 Oktober 1935. 

Pastor Andrasz - Nasihat Rohani 

“Jangan melakukan suatu pun tanpa persetujuan para superior. Engkau harus memikirkan masalah ini dengan sungguh-sungguh dan banyak berdoa. Engkau harus sangat hati-hati mengenai hal-hal itu, Suster, karena dalam situasimu sekarang ini kehendak Allah sungguh pasti dan jelas sebab pada kenyataanya engkau mengikatkan diri dengan Kongregasi ini engkau mengikrarkan kaul kekal; oleh karena itu, hendaknya tidak ada keragu-raguan sedikit pun. Apa yang engkau alami dalam batin, Suster, hanyalah sekilat kecil tentang suatu karya yang sedang tumbuh. Allah dapat melakkan perubahan, tetapi hal-hal seperti itu sangat jarang. Jangan tergesa-gesa, Suster, sebelum engkau menerima pengetahuan yang lebih jelas. Karya-karya maju dengan lambat, tetapi kalau karya-karya itu berasal dari Dia, engkau pasti akan mengetahuinya dengan jelas. Kalau tidak, semua itu akan menghilang; dan engkau, dengan menjadi taat, tidak akan binasa. Berbicaralah dengan jujur mengenai segala sesuatu kepada bapak pengakuan dan taatilah dia dengan sungguh-sungguh.” 

“Untuk saat ini, Suster, tidak ada sesuatu lain yang harus engkau kerjakan kecuali menerima penderitaan sampai tiba saatnya segala sesuatu menjadi jelas; yakni sampai semua itu diputuskan. Engkau bersikap tepat mengenai masalah-masalah ini, dan karena itu lanjutkanlah dalam kesederhanaan dan roh ketaatan; itulah tanda yang baik. Kalau engkau bertahan dalam sikap ini, Allah tidak akan membiarkan engkau jatuh dalam kesesatan. Tetapi, sedapat mungkin, jauhilah hal-hal itu; tetapi kalau toh hal-hal itu masih terjadi kepadamu, terimalah semuanya dengan tenang dan jangan takut akan suatu pun. Engkau berada di tangan-tangan yang baik dari Allah yang sangat baik. Dalam segala hal yang telah engkau katakan kepadaku, aku tidak melihat suatu khayalan pun; aku juga tidak melihat suatu pun yang bertentangan dengan iman. Ini adalah hal-hal yang pada dasarnya baik, dan memang menjadi baik kalau ada sekelompok jiwa yang berdoa untuk dunia ini di hadapan Allah sebab kita semua membutuhkan doa. Engkau memiliki pembimbing yang baik; bertahanlah padanya dan hiduplah dalam damai. Setialah kepada kehendak Allah dan laksanakanlah. Mengenai tugas-tugasmu, lakukanlah selalu apa yang diperintahkan kepadamu dan sebagaimana engkau disuruh mengerjakannya, tidak peduli betapa semua itu merendahkan dan melelahkan. Selalu pilihlah tempat yang paling akhir, dan kemudian mereka sendiri akan berkata kepadamu, ‘Duduklah di tempat yang lebih tinggi’. Dengan semangat dan sikapmu, pandanglah dirimu sendiri sebagai yang terkecil di seluruh rumah dan di seluruh Kongregasi. Dalam segala sesuau dan pada setiap kesempatan, jadilah orang yang paling setia kepada Allah.” 

(507) 

Ya Yesusku, dalam segala situasi hidupku, aku ingin menderita dan dibakar dengan nyala kasih-Mu. Aku ini miliki-Mu, sepenuhnya milik-Mu, dan aku ingin lebur di dalam engkau. Ya Yesus, aku ingin lenyap di dalam keindahan ilahi-Mu. Dengan kasih-Mu, ya Tuhan, Engkau memburu aku; Engkau meresapi jiwaku laksana seberkas sinar matahari dan mengubah kegelapannya menjadi terang-Mu. Aku merasakan dengan jelas bahwa aku hidup di dalam Engkau laksana percikan api yang kecil ditelan oleh kobaran api yang tak terlukiskan yang menyala dalam diriku, ya Tritunggal yang tak terselami! Tidak ada sukacita yang lebih besar daripada sukacita orang yang mencintai Allah. Sudah sejak di dunia ini kita dapat mengecap kebahagiaan penghuni surga lewat kesatuan mesra dengan Allah, lewat kesatuan yang luar biasa dan sering kali sama sekali tidak dapat kita pahami. Lewat kepatuhan jiwa yang tulus, orang dapat memperoleh rahmat yang sama. 

(508) 

Apabila suatu keengganan dan kebosanan dalam kaitan dengan tugas-tugasku mulai menguasai diriku, aku mengingatkan diriku bahwa aku berada di dalam rumah Tuhan; di sana tidak ada suatu pun yang kecil, dan di sana kemuliaan Gereja serta kemajuan banyak jiwa tergantung pada perbuatanku yang kecil, yang sudah disempurnakan dan diilahikan. Oleh karena itu, dalam Kongregasi hidup membiara tidak ada suatu pun yang kecil. 

(509) 

Setiap kali mengalami penderitaan, aku menyadari bahwa waktu untuk melakukan pertempuran belum berakhir. Aku mempersenjatai diri dengan kesabaran, dan dengan cara ini aku mengalahkan musuh yang menyerang. 

(510) 

Bagaimana pun aku tidak mengejar kesempurnaan dengan sikap ingin tahu, tetapi aku menyelidiki roh Yesus dan dengan mataku aku menatap perbuatan-perbuatan-Nya sebagaimana diringkas di dalam Injil. Kalaupun aku hidup seribu tahun, aku tidak akan mampu menghabiskan apa yang terkandung di dalamnya. 

(511) 

Ketika maksud-maksudku tidak difahami, tetapi malah dikutuk, aku tidak terlalu heran sebab aku tahu bahwa hanya Allah yang menembus hatiku. Kebenaran tidak akan mati; hati yang terluka akan memperoleh kembali ketenangan pada waktu yang tepat, dan lewat penderitaan-penderitaan rohku dikuatkan. Aku tidak selalu mendengarkan apa yang dikatakan oleh hatiku, tetapi aku terus memohon terang kepada Allah; dan ketika aku merasa bahwa aku telah memperoleh kembali keterangan hati, maka aku berbicara lebih banyak. 

(512) 

Hari pembaruan kaul. Kehadiran Allah membanjiri jiwaku. Dalam misa kudus, aku melihat Yesus, dan Ia berkata kepadaku, 

“Engkau adalah sukacita-Ku yang besar; kasih dan kerendahan hatimu membuat Aku meninggalkan takhta surgawi dan menyatukan diri-Ku denganmu. Kasih menimbun jurang yang ada di antara keagungan-Ku dan kehampaan-Ku.” 

(513) 

Kasih sedang membanjiri jiwaku; aku tercebur dalam samudra kasih. Aku serasa jatuh pingsan dan sama sekali menghilang di dalam Dia. 

(514) 

Ya Yesus, buatlah hatiku menjadi seperti Hati-Mu, atau lebih tepat ubahlah hatiku menjadi Hati-Mu sendiri sehingga aku dapat merasakan kebutuhan-kebutuhan hati orang lain, khususnya mereka yang bersedih dan menderita. Semoga sinar kerahiman bersemayam di dalam hatiku. 

(515) 

Pada petang hari, aku berjalan-jalan di kebun sambil mendaras rosario. Ketika sampai di tempat pemakaman, aku membuka pintu sedikit, lalu berdoa sejenak, dan dalam batin aku bertanya kepada mereka yang dimakamkan di situ, 

“Kamu semua sudah sangat bahagia, bukan?” 

Kemudian aku mendengar suara, 

“Kami bahagia sebatas kami telah memenuhi kehendak Allah.” 

Kemudian suasana menjadi hening seperti sebelumnya. Aku mawas diri dan merenung cukup lama mengenai bagaimana aku memenuhi kehendak Allah dan bagaimana aku memetik manfaat dari waktu yang telah diberikan Allah kepadaku. 

(516) 

Pada malam hari yang sama ketika aku sudah pergi tidur, suatu jiwa datang kepadaku. Ia membangunkan aku dengan mengetuk-ngetuk pada laci meja dan minta kepadaku untuk mendoakannya. Aku ingin bertanya siapa dia tetapi aku mengendalikan rasa ingin tahuku, dan mati raga kecil ini kupadukan dengan doaku dan kupersembahkan bagi dia. 

(517) 

Pernah ketika mengunjungi seorang suster yang sakit, yang sudah berusia delapan puluh empat tahun dan terkenal karena keutamaannya yang banyak, aku bertanya kepadanya, 

“Suster, engkau pastilah sudah siap berdiri di hadapan Tuhan!” 

Ia menjawab, 

“Aku sudah mempersiapkan diriku sepanjang hayatku jauh sebelum saat akhir ini.” 

Dan kemudian ia menambahkan, 

“Usia tua tidak membebaskan orang dari pertempuran.” 

(518) 

Sebelum peringatan arwah semua orang beriman, menjelang malam aku pergi ke makam. Meskipun pintu dikunci, aku berusaha membukanya sedikit dan berkata, 

“Hai jiwa-jiwa kecil yang kukasihi, kalau kamu membutihkan sesuatu, dengan senang hati aku akan menolong kamu sejauh peraturan mengizinkan aku.” 

Kemudian, aku mendengar suara ini, 

“Lakukanlah kehendak Allah; kami bahagia sebatas kami telah memenuhi kehendak Allah.” 

(519) 

Pada petang hari, jiwa-jiwa datang dan meminta kepadaku untuk mendoakan mereka, dan aku sungguh berdoa banyak sekali bagi mereka. Pada petang hari itu ketika perarakan kembali dari makam, aku melihat suatu himpunan besar jiwa-jiwa berjalan bersama kami menuju kapel dan berdoa bersama kami. Aku berdoa cukup lama karena aku mendapat izin dari superior untuk berbuat demikian. 

(520) 

Malam hari, jiwa yang sudah kulihat sebelumnya mengunjungi aku. Ia tidak meminta doa, tetapi mencela aku, dengan mengatakan bahwa aku biasanya tampak amat sombong dan congkak... 

“dan sekarang engkau sedang mendoakan orang-orang lain sementara engkau sendiri masih memiliki sejumlah cacat cela.” 

Aku menjawab bahwa aku memang telah berlaku congkak dan sombong, tetapi aku telah mengakukannya dan telah melakukan penitensi untuk kebebalanku, dan bahwa aku mengandalkan kebaikan Allahk. Kalau aku kadang-kadang jatuh lagi, itu tidak aku sengaja dan tidak pernah aku rencanakan, juga dalam hal-hal yang paling kecil. Kemudian, jiwa itu terus mencela aku sambil berkata, 

“Mengapa engkau tidak rela mengakui kebesaranku? Mengapa hanya engkau yang tidak menyanjung-nyanjung aku karena perbuatan-perbuatan besarku seperti yang dikerjakan oleh semua orang lain?” 

Kemudian, aku melihat bahwa ini adalah setan yang tampil dalm rupa jiwa itu. Maka aku berkata, 

“Kemuliaan hanya pantas bagi Allah; enyahlah engkau, setan!” 

Dan seketika itu juga, jiwa itu jatuh ke suatu jurang yang mengerikan, yang tak mungkin digambarkan. Dan aku berkata kepada jiwa jahat itu bahwa aku akan menuturkan hal ini kepada seluruh Gereja. 

(521) 

Pada hari Sabtu, kami meninggalkan Krakow dan kembali ke Vilnius. Dalam perjalanan, kami singgah di Czestochowa. Ketika aku sedang berdoa di hadapan gambar yang ajaib itu, aku merasa bahwa .... sangat menyenangkan ....

[kalimat tidak selesai] 

[Akhir Buku Harian Jilid I]

 

Kerahiman Ilahi dalam Jiwaku

Kerahiman Ilahi dalam Jiwaku (Audio)

Refleksi Harian Kerahiman Ilahi